Mohon tunggu...
Handoko
Handoko Mohon Tunggu... Programmer - Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Lulusan Elektro, karyawan swasta, passion menulis. Sayang kemampuan menulis cuma pas-pasan. Berharap dengan join ke kompasiana, bisa dapat pembaca yang menyukai tulisan-tulisan receh saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tak Peduli Apa Passion-nya, Kita Semua Harus Terbiasa Menulis

6 September 2021   18:49 Diperbarui: 6 September 2021   19:13 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dr unsplash.com

"Kebencian mungkin memberimu kekuatan untuk bertahan dari gempuran musuh, tapi kebencian tidak akan memberimu kekuatan untuk membangun kembali kotamu." 

Kira-kira seperti itu baris-baris kalimat dari sebuah cerita anak-anak, berjudul "Dalam Pengepungan", karangan Jaap Ter Haar. Sebuah buku kumal dengan halaman kekuning-kuningan, warisan dari kakak saya yang tertua. 

Buku itulah yang membuat saya terinspirasi untuk menjadi seorang penulis. Saya sudah lupa, seperti apa tepatnya kalimat yang saya baca waktu itu. Bukunya sendiri sudah hilang setelah saya pinjamkan pada seseorang yang tidak bertanggung jawab. Tetapi emosi yang dibangkitkan oleh cerita itu dalam diri saya, masih terasa setiap kali saya mengingatnya kembali.

Ada banyak hal yang bisa saya ceritakan tentang cerita karangan Jaap Ter Haar tersebut, tapi saya tidak bertujuan membahasnya dalam tulisan ini.

Yang ingin saya utarakan dalam tulisan ini adalah pandangan saya yang perlahan-lahan berubah, mengenai kegiatan menulis itu sendiri. Saya membaca cerita itu sewaktu masih kuliah. Sudah terlanjur masuk Elektro, tak mungkin banting setir masuk ke jurusan Sastra, tapi benih-benih passion untuk menjadi penulis sudah mulai disemaikan waktu itu.

Pada waktu itu, saya berpikir, menulis dan menjadi penulis, hanya untuk mereka-mereka yang memang memiliki passion di bidang sastra. Baru bisa dikatakan sebagai seorang penulis, (bagi saya waktu itu), kalau sudah menelurkan karya sastra, entah yang serius, ataupun yang populer. Entah itu dalam bentuk puisi, atau dalam bentuk prosa.

Akan tetapi dalam perjalanan hidup saya, perlahan-lahan saya sadar bahwa saya salah.

Menulis adalah keahlian yang sebaiknya (kalau tidak boleh dikatakan harus), dimiliki oleh semua orang. Menulis adalah sebuah proses mematangkan ide dan konsep-konsep abstrak yang ada dalam benak kita. 

Sebuah ide yang mentah mungkin akan terlihat wah, ketika dibiarkan hanya dalam angan-angan. Ketika kita mulai menuliskannya, di situlah kita bisa melihat kelemahan-kelemahannya. Ketika mulai menuliskannya barulah kita melihat bagian mana yang perlu dipoles, pertanyaan apa yang akan muncul dan apa jawaban-nya.

Menulis juga sebuah proses untuk menyusun cara berpikir yang metodis, sitematis dan kreatif, karena kalau penyampaian kita pada pembaca tidak jelas alurnya, pembaca juga tidak akan mengerti apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan. Kalau penyampaian kita tidak kreatif, pembaca akan bosan membacanya.

Jadi dalam proses menulis, akan terjadi dinamika antara keteraturan dan kreativitas, sebuah proses kimia yang (kalau berhasil) mengubah ide menjadi sebuah karya, yang bukan saja enak dibaca tapi juga bermanfaat bagi pembacanya.

Apa pun pekerjaan kita, apa pun passion kita, akan ada saatnya ketika kita perlu menyampaikan ide dan opini yang ada di dalam benak kita kepada orang lain.

Dan di saat itulah, keahlian menulis akan menjadi modal yang penting.

Albert Einstein adalah seorang fisikawan, passion-nya adalah mengungkap misteri hukum-hukum alam semesta. Pernahkah saudara membaca surat-suratnya? Pernahkah membaca buku yang dia tulis : "Evolution of Physics", sebuah buku tentang ilmu Fisika. 

Salah satu mata pelajaran yang paling membosankan, tapi tidak dengan buku yang ditulis oleh Albert Einstein. Dalam bukunya Albert Einstein mampu membuat Fisika menjadi sebuah drama kolosal yang mendebarkan.

Atau Raden Ajeng Kartini, passionnya adalah memperjuangkan nasib kaum perempuan di jamannya, tapi apa yang menggerakkan hati banyak orang? Ya, benar! Kumpulan surat-suratnya. Kalimat-kalimat yang mengungkapkan isi hati yang terdalam, mampu menggerakkan perasaan banyak orang.

Atau yang lebih dekat dalam keseharian kita, yaitu di tempat kita bekerja. Ada berapa kali ide yang bagus, tidak mendapatkan perhatian karena gagal disampaikan secara apik? 

Atau mungkin sebuah persoalan tidak ditemukan jawaban-nya karena gagal menjabarkannya secara jelas dan rapi. Mana sebab, mana akibat, bagaimana kronologinya, dst. Bahkan terkadang mungkin kita temui mereka yang kesulitan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi.

Di saat-saat seperti itu, dibutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami dan menjabarkan ide, masalah, atau apapun itu dengan penuturan yang rumit, jelas dan logis.

Singkat kata, perlu seseorang yang bisa "menulis".

Jadi di masa sekarang ini, ketika medsos menjadi raja, ketika tulisan dibatasi jumlah karakternya dan video joget jauh lebih banyak peminatnya, mungkin menjadi penulis itu tidak seksi.

Tapi, apapun passion anda, menurut saya, anda perlu belajar untuk menjadi seorang penulis yang handal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun