Jadi dalam proses menulis, akan terjadi dinamika antara keteraturan dan kreativitas, sebuah proses kimia yang (kalau berhasil) mengubah ide menjadi sebuah karya, yang bukan saja enak dibaca tapi juga bermanfaat bagi pembacanya.
Apa pun pekerjaan kita, apa pun passion kita, akan ada saatnya ketika kita perlu menyampaikan ide dan opini yang ada di dalam benak kita kepada orang lain.
Dan di saat itulah, keahlian menulis akan menjadi modal yang penting.
Albert Einstein adalah seorang fisikawan, passion-nya adalah mengungkap misteri hukum-hukum alam semesta. Pernahkah saudara membaca surat-suratnya? Pernahkah membaca buku yang dia tulis : "Evolution of Physics", sebuah buku tentang ilmu Fisika.Â
Salah satu mata pelajaran yang paling membosankan, tapi tidak dengan buku yang ditulis oleh Albert Einstein. Dalam bukunya Albert Einstein mampu membuat Fisika menjadi sebuah drama kolosal yang mendebarkan.
Atau Raden Ajeng Kartini, passionnya adalah memperjuangkan nasib kaum perempuan di jamannya, tapi apa yang menggerakkan hati banyak orang? Ya, benar! Kumpulan surat-suratnya. Kalimat-kalimat yang mengungkapkan isi hati yang terdalam, mampu menggerakkan perasaan banyak orang.
Atau yang lebih dekat dalam keseharian kita, yaitu di tempat kita bekerja. Ada berapa kali ide yang bagus, tidak mendapatkan perhatian karena gagal disampaikan secara apik?Â
Atau mungkin sebuah persoalan tidak ditemukan jawaban-nya karena gagal menjabarkannya secara jelas dan rapi. Mana sebab, mana akibat, bagaimana kronologinya, dst. Bahkan terkadang mungkin kita temui mereka yang kesulitan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi.
Di saat-saat seperti itu, dibutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami dan menjabarkan ide, masalah, atau apapun itu dengan penuturan yang rumit, jelas dan logis.
Singkat kata, perlu seseorang yang bisa "menulis".
Jadi di masa sekarang ini, ketika medsos menjadi raja, ketika tulisan dibatasi jumlah karakternya dan video joget jauh lebih banyak peminatnya, mungkin menjadi penulis itu tidak seksi.