"Kebencian mungkin memberimu kekuatan untuk bertahan dari gempuran musuh, tapi kebencian tidak akan memberimu kekuatan untuk membangun kembali kotamu."Â
Kira-kira seperti itu baris-baris kalimat dari sebuah cerita anak-anak, berjudul "Dalam Pengepungan", karangan Jaap Ter Haar. Sebuah buku kumal dengan halaman kekuning-kuningan, warisan dari kakak saya yang tertua.Â
Buku itulah yang membuat saya terinspirasi untuk menjadi seorang penulis. Saya sudah lupa, seperti apa tepatnya kalimat yang saya baca waktu itu. Bukunya sendiri sudah hilang setelah saya pinjamkan pada seseorang yang tidak bertanggung jawab. Tetapi emosi yang dibangkitkan oleh cerita itu dalam diri saya, masih terasa setiap kali saya mengingatnya kembali.
Ada banyak hal yang bisa saya ceritakan tentang cerita karangan Jaap Ter Haar tersebut, tapi saya tidak bertujuan membahasnya dalam tulisan ini.
Yang ingin saya utarakan dalam tulisan ini adalah pandangan saya yang perlahan-lahan berubah, mengenai kegiatan menulis itu sendiri. Saya membaca cerita itu sewaktu masih kuliah. Sudah terlanjur masuk Elektro, tak mungkin banting setir masuk ke jurusan Sastra, tapi benih-benih passion untuk menjadi penulis sudah mulai disemaikan waktu itu.
Pada waktu itu, saya berpikir, menulis dan menjadi penulis, hanya untuk mereka-mereka yang memang memiliki passion di bidang sastra. Baru bisa dikatakan sebagai seorang penulis, (bagi saya waktu itu), kalau sudah menelurkan karya sastra, entah yang serius, ataupun yang populer. Entah itu dalam bentuk puisi, atau dalam bentuk prosa.
Akan tetapi dalam perjalanan hidup saya, perlahan-lahan saya sadar bahwa saya salah.
Menulis adalah keahlian yang sebaiknya (kalau tidak boleh dikatakan harus), dimiliki oleh semua orang. Menulis adalah sebuah proses mematangkan ide dan konsep-konsep abstrak yang ada dalam benak kita.Â
Sebuah ide yang mentah mungkin akan terlihat wah, ketika dibiarkan hanya dalam angan-angan. Ketika kita mulai menuliskannya, di situlah kita bisa melihat kelemahan-kelemahannya. Ketika mulai menuliskannya barulah kita melihat bagian mana yang perlu dipoles, pertanyaan apa yang akan muncul dan apa jawaban-nya.
Menulis juga sebuah proses untuk menyusun cara berpikir yang metodis, sitematis dan kreatif, karena kalau penyampaian kita pada pembaca tidak jelas alurnya, pembaca juga tidak akan mengerti apa yang sebenarnya hendak kita sampaikan. Kalau penyampaian kita tidak kreatif, pembaca akan bosan membacanya.