Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Asal-usul Nama Jalan Banteng Kecil di Kota Bandung

21 Januari 2022   17:20 Diperbarui: 21 Januari 2022   17:25 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Jl. Banteng Kecil, Buah Batu, Bandung | Sumber: dokpri

Jalan hidup Banteng membuat namanya diabadikan menjadi nama jalan

Bocah bebal itu dijuluki Banteng oleh warga sekampung. Selain badannya yang gempal, konon, nama banteng dipilih karena tingkah dan kelakuan bocah ini menyerupai perangai banteng.

Bocah ini sering berlaku seenaknya. Ia arogan, ia juga pemarah. Warga satu kampung tampak sudah jengkel acap kali mendengar nama Banteng. Sayangnya, banyak warga enggan berurusan dengan Banteng karena segan dengan reputasi keluarga Banteng.

Tempo hari, Banteng pernah berkata kasar kepada Pak Salim, tokoh masyarakat kampung yang begitu dihormati. Banteng memaki keras Pak Salim, hanya karena ia tak senang diberi nasihat; makan harus pakai tangan kanan, cebok harus pakai tangan kiri.

Banteng bersikukuh, makan itu boleh pakai tangan yang mana saja, bebas! Asalkan harus yang bekas cebok. Titik! Ia tak ingin orang lain membantah keyakinannya. Terlebih Pak Salim.

Ketika itu, Pak Salim hanya bisa mengelus dada saat Banteng sampai menunjuk-nunjuk wajahnya. Sebenarnya, warga sudah tak tahan ingin mengeramasi Banteng dengan air comberan. Tapi ya mau bagaimana lagi?

Selang beberapa waktu kemudian, Banteng juga pernah mengancam seorang perempuan dengan kata-kata yang amat kasar, hanya karena perempuan itu berebut cabai di pasar bersama sang ibu Banteng.

Si perempuan yang tak terima cabainya direbut, melapor ke petugas hansip yang berjaga di pasar. Ia kesal cabai keriting yang dibelinya menjadi lurus karena ditarik oleh sang ibu Banteng. Tentu Banteng tak tinggal diam mendengar ibunya dilaporkan.

Membela sosok ibu memang wajar. Tapi tak perlu sampai menakut-nakuti orang lain segala. Apalagi sampai pamer privilis. Kenal ketua paguyuban pasar lah, kenal ketua pengamanan pasar lah, dan lain sebagainya.

Banteng melakukan itu sampai akhirnya si perempuan yang awalnya melapor sebagai  korban, terpaksa rela bertukar peran seolah-olah menjadi pelaku. Kemudian ia meminta maaf supaya kasusnya tak diperpanjang.

Sifat keras dan arogan Banteng ini, sejujurnya tak ujug-ujug lahir begitu saja. Jika ditelisik, Banteng seolah seperti bocah remaja yang memiliki trauma psikis di masa kecil yang terbawa hingga besar.

Keluarga Banteng memang kaya raya, lumayan berpengaruh di desa. Itulah mengapa, Banteng bisa dengan mudah duduk sebagai anggota dewan perwakilan  kampung, bagian mengurusi urusan hukum desa.

Namun dari bisik-bisik tetangga di sekitar rumah Banteng, sikap keluarga Banteng sangatlah dingin dan tak bersahabat.

Tidak adanya kehangatan di keluarga Banteng, membuat dirinya juga bersikap sama terhadap orang lain. Hatinya keras, membatu, bahkan mengkristal. Siapapun yang mencoba menyentuhnya, seolah selalu memicu percikan api.

Sekali waktu pernah ada seekor kucing lewat di depan rumah Banteng. Kucing itu lapar dan mengeong berulang-ulang.

Bagi Banteng, suara eongan kucing itu amat mengganggunya. Apa tidak bisa kucing itu berbahasa universal? Jangan mengeong. Tapi cukup berkata; "Om lapar, Om...". Kan lebih enak.

Malang memang nasib Banteng. Ia sebetulnya sangat menderita oleh sebab ketiadaan kehangatan di rumahnya sendiri, namun ia tak mampu mengakuinya. Ia denial dan melampiaskan traumanya terhadap banyak orang.

Hatinya mengeras terhadap apa-apa yang hendak membuatnya menjadi lembut. Hidupnya sepi, tanpa ada satu pun orang yang mau benar-benar menjadi temannya. Kasihan.

Suatu hari di bulan Februari, Banteng ditangkap polisi karena kedapatan memakai plat kendaraan palsu. Plat-nya sih asli, dari besi. Tapi kendaraannya yang palsu. Bentuknya seperti mobil mewah, padahal mesinnya dari motor pengangkut galon.

Berkat bukti foto kendaraan palsu Banteng dari warga yang kadung tersebar itu, polisi pun bergerak cepat. Mereka menciduk Banteng saat dirinya tertidur pulas di ruang rapat.

Atas peristiwa ditangkapnya Banteng itu, warga bersepakat untuk menjadikan namanya sebagai nama jalan kampung. Supaya anak-anak kecil di sana, mengenal sosok Banteng, dan bisa mengambil pelajaran dari kisah hidupnya, serta tidak meneladani sifat-sifat buruknya.

Warga menyematkan kata "Kecil" di belakang nama Banteng, sebagai penanda bahwa di daerah ini pernah tinggal sosok Banteng yang sampai kapanpun tak akan pernah mendewasa.

*  Jalan Banteng Kecil adalah nama salah satu jalan arteri menuju jalan A. Dahlan, di daerah Buah Batu, Bandung. Cerita ini tentu saja fiksi. Namun jika terjadi kesamaan tokoh dan kejadian, dimohon untuk pura-pura tidak tahu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun