Video palsu kerap digunakan untuk menopang informasi palsu, yang bertujuan membuat kekacauan persepsi di masyarakat. Sebagaimana terjadi terhadap Nagita Slavina, teknologi ini sangat mungkin digunakan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk menjatuhkan nama baik seseorang, apapun motivasinya.
Ancaman bahaya ini juga tak hanya berlaku pada tokoh-tokoh publik, melainkan bisa juga terjadi pada orang-orang awam seperti kita. Sebab deepfake bisa otomatis bekerja hanya dengan mengambil sedikit saja sampel foto atau video wajah kita, yang mungkin saat ini sudah sangat menumpuk jumlahnya di media sosial.
Pakar media asal Jerman, Andre Wolf mengatakan, di banyak layanan pengecekan fakta (fact check), deepfake belum jadi bagian pekerjaan sehari-hari. Maka akan sangat sulit membendung video-video palsu yang bertambah canggih dari hari ke hari.
Berkaca dari musibah Nagita Slavina, di mana dirinya dicitrakan pada sebuah video dalam keadaan tak berbusana, mulai hari ini, agaknya kita perlu untuk membatasi diri berbagi informasi yang memuat citra diri kita ke media sosial.
Jika tak penting-penting amat, simpan saja momen-momen foto ataupun video kita di kartu memori, hardisk, ataupun di penyimpanan awan. Setidaknya akses keamanannya jauh lebih terkontrol oleh diri kita sendiri.
Atau jika sudah telanjur menyimpan di media sosial, batasi saja siapa teman yang bisa mengaksesnya. Setidaknya, kita telah mengurangi data-data citra diri kita disalah gunakan. Bukankah lebih baik mencegah, daripada mengklarifikasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H