Ronaldo menciptakan sebuah zona nyaman baru, di mana rekan-rekan setimnya mulai mempercayai, bahwa muara kreatifitas permainan, bagaimanapun caranya, haruslah berujung pada kaki, maupun kepala Ronaldo.
Algoritma dan statistik menjelaskan, betapa Ronaldo memang pencetak gol yang ulung, ia terlatih menceploskan bola ke gawang lawan sesulit apapun caranya. Tak sengaja menendang saja jadi gol, apalagi direncanakan?
Maka daripada membuang banyak energi, bereksperimen melakukan serangan tanpa melibatkan Ronaldo yang belum tentu berhasil, lebih baik menyerahkan segala sesuatunya pada Ronaldo saja, bukan?
Tetapi sepertinya banyak orang di Juventus lupa, membiarkan Ronaldo besar seorang diri, cepat atau lambat akan membuat Juventus gagap, utamanya saat Ronaldo tak bermain dalam kondisi terbaik.
Saat Ronaldo berhasil dikunci lawan, Juventus seperti tak tahu harus bagaimana caranya mencetak gol. Jangankan menembak, arah gawang lawan pun seolah tak terlihat. Semua menjadi gelap, juga buntu. Pertandingan melawan Benevento kemarin contohnya.
Pirlo sebagai pemimpin orkestrasi kosmik Juventus, semestinya mulai berpikir lebih keras, bahwa alam semesta Juventus tak akan berumur panjang, jika mereka justru tunduk pada hukum-hukum kosmik Ronaldo.
Pirlo harus menemukan persamaan baru, yang tak hanya mampu mengalahkan hukum-hukum kosmik Ronaldo, melainkan juga harus bersifat radikal dalam membuat benda-benda kosmik lain, tunduk pada satu hukum kosmik tunggal, hukum kosmik Juventus. Sehingga para pemain lain terbebaskan, betapapun kuatnya daya tarik Ronaldo.
Bukan Juventus yang seharusnya beradaptasi dengan Ronaldo. Ronaldo lah yang mesti menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan Juventus. Apalagi ini sudah musim ketiga Ronaldo di Juventus. Kontraknya hanya tinggal setahun lagi.
Juventus, atau dalam hal ini Pirlo, harus bisa menjadi pusat kosmik, di mana ia berperan mengendalikan benda-benda kosmik yang beredar dalam cakupan gravitasinya. Sehingga dalam suatu kesewenang-wenangan waktu, akan muncul kosmik-kosmik baru berwujud kreatifitas, yang tak bergantung pada Ronaldo seorang.
Juventus harus memperlakukan Ronaldo sebagai elemen kosmik, di tengah-tengah orkestrasi makro yang anggun dan penuh keserasian. Sehingga baik Paulo Dybala sampai Federico Bernardeschi sekalipun menyadari, bahwa bukan Ronaldo yang menjadi pusat semesta.
Bukan hanya Ronaldo yang menjadi daging dalam kuali rendang Juventus, sementara yang lainnya hanyalah potongan-potongan lengkuas.