Dunia tentu tak mau tahu mengenai apa yang tengah menimpa Buffon. Sebagian orang hanya mau mendengar cerita-cerita hebat mengenai dirinya, sementara sebagiannya lagi, menunggu sang Superman jatuh, gagal, kemudian mengaku kalah. Namun sebagaimana halnya seorang Superman, Buffon memilih untuk tidak menyerah.
Ia bangkit dan berjuang memulihkan dirinya sendiri. Hingga kemudian momen kegagalannya mengantisipasi tendangan penalti Andriy Shevchenko, di final Liga Champions pertamanya melawan AC Milan, membuatnya kembali menemukan apa-apa yang mesti ia kejar dan ia perjuangkan.
Benar, kegagalannya malam itu, justru membuat sang Superman menemukan kembali tujuan-tujuan hidupnya yang sempat hilang.
Hari ini, tepat 42 tahun sang Superman genap berulang tahun. Dari sekian banyak hal yang telah berhasil ia raih, masih ada satu trofi lagi yang sampai hari ini belum sempat ia cicipi. Trofi Liga Champions.
Tetapi berhasil atau tidaknya Buffon meraih trofi ini, bukanlah sesuatu yang penting lagi. Sebab dalam hidup, memang ada hal-hal yang selamanya tak dapat kita raih dan mesti kita relakan, sekeras apapun kita memperjuangkannya. Karena dari sanalah, kita belajar dan mendewasa dalam menyikapi hal-hal yang tak berjalan sesuai keinginan.Â
Dan gairah untuk menikmati hidup dengan berjuang, memperjuangkan tujuan-tujuan seperti ini, membuat Buffon menjadi satu dari sedikit pesepakbola yang tetap menjadi nomor satu, di saat banyak pesepakbola lain menyerah oleh usia.
Terima kasih untuk tetap berjuang sampai hari ini, Superman!
***
Tulisan ini saya tujukan untuk kalian yang mengidolakan Buffon. Juga untuk sesiapa yang mulai kehilangan waktu untuk diri sendiri. Jangan lupa bahagia ya :)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H