Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Riuh Separuh Jalan Liga Italia

13 Januari 2020   12:56 Diperbarui: 14 Januari 2020   07:09 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pun sudah kehabisan kata-kata untuk menceritakan kemalangan Milan. Maka daripada menambah dosa yang tak perlu dengan menggibahi tim papan tengah, saya memilih mendoakan Milan saja. Eh, tapi buat apa juga? Toh mereka baru saja merekrut "Dewa".

Kejutan yang sebenarnya terjadi justru datang dari klub Lazio dan Atalanta. Keduanya secara tak terduga bisa menyodok ke papan atas klasemen, bahkan menjadi batu sandungan bagi Juve dan Inter yang sedang berebut gelar. Lazio misalnya, permainan efektif mereka bisa menjadi contoh, bagaimana seharusnya klub-klub di Serie A mengarungi kompetisi yang cukup panjang.

Pasukan yang diasuh oleh pelatih rupawan, Simone Inzaghi ini, tak memerlukan banyak penguasaan bola, cukup menunggu dan memberi kesempatan lawan menjalankan skemanya, kemudian beradaptasi dengan skema lawan tadi, dan menjalankan anti-skema itu dengan penuh kedisiplinan. 

Saat bertahan, misalnya. Mereka tak perlu melakukan banyak pergerakan yang menguras stamina, kira-kira seperti strategi Polisi yang melakukan razia liar di ujung tikungan, terhalang-halangi pohon. Tak perlu banyak gerak, cukup menunggu, nanti pelanggar datang dengan sendirinya satu demi satu. Simpel, efektif, tak perlu banyak keringetan.

Saat menyerang pun demikian, Milinkovic Savic dkk tak perlu banyak berlari, apalagi pamer skill, cukup melepaskan umpan satu dua sentuhan yang efisien. Lalu bidik gawang, arahkan ke area yang tak terjangkau kiper lawan. Sesederhana itu.

Tidak perlu dibuat ribet sendiri, seperti normalisasi yang diubah diksi dan penjelasannya berputar-putar jadi naturalisasi, tapi tidak dikerja-kerjakan. Akhirnya, jangankan mencetak gol, yang ada malah keburu disleding balik kan?

Kemudian Atalanta, meminjam istilah Mas Adit dari Casa Milan Podcast dan Mas Ihsan Qodri dari Podcast Ngalcio, tim ini disebut-sebut memiliki strategi "ugal-ugalan". Mereka seolah tak peduli sedang berlaga di kompetisi yang identik dengan permainan pragmatis, hanya mementingkan hasil akhir, peduli setan soal bermain cantik.

Saya sendiri lebih suka menyebut mereka "Tim Serie A rasa EPL", mereka cenderung bermain menyerang, atraktif, walaupun itu berarti, mereka harus mengesampingkan lini pertahanannya sendiri. Namun bagi saya, keputusan ini sangatlah sepadan. 

Terlihat sekali bagaimana para pemain Atalanta bermain tanpa beban, menikmati filosofi sepakbolanya sendiri tanpa ada rasa takut sedikitpun. Mengingatkan saya pada Ustadz Tengku Zulkarnain yang bersumpah, dengan kemampuan menembaknya siap berperang melawan Tiongkok untuk membela NKRI. 

Tentu akan sangat menarik bagi kita melihat pembuktiannya nanti. Pembuktian Atalanta, maksudnya. Bukan pembuktian Ustadz Tengku Zul. Karena saya berharap tidak ada perang dan kekerasan di manapun di bumi Indonesia ini.

Dari kubu sang juara bertahan sendiri, Juventus. Barangkali musim ini merupakan musim tersengit dan tersulit bagi tim yang pernah menjadi "kesayangan wasit' sebelum era diterapkannya VAR itu. Juve seolah mempunyai lagi lawan sepadan pada diri Inter Milan, setelah hampir satu dekade lamanya juara tanpa perlawanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun