Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mandzukic dan Pemain Lain yang Tak Memiliki Privilese di Juventus

25 November 2019   09:07 Diperbarui: 25 November 2019   18:03 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liga Italia sudah bergulir nyaris separuh perjalanan, jeda transfer musim dingin pun sudah di depan mata, namun belum ada tanda-tanda Mario Mandzukic akan dimainkan oleh sang pelatih, Maurizio Sarri. Apa yang sebetulnya terjadi? Salah apa Mandzukic?

Musim lalu, Mario, sapaan akrab Mandzukic, adalah salah satu punggawa andalan Juventus saat masih dibesut Massimiliano Allegri.  Fleksibilitas posisinya dianggap mampu mengisi lini depan Juve yang baru saja kedatangan Cristiano Ronaldo.

Tak cukup sampai di situ, rentetan cedera yang menimpa banyak punggawa Juve, juga membuat ia dipaksa bermain di luar habitat aslinya. Mario yang awalnya berposisi sebagai striker murni, rela digeser posisinya menjadi gelandang sayap, yang bahkan bisa mundur hingga jauh ke belakang demi kebutuhan taktikal.

Mario terlihat oke-oke saja ketika itu, bahkan cenderung lugas menjalankan apapun peran barunya. Saat ditempatkan sebagai gelandang sayap, mobilitasnya cukup bisa diandalkan menyisir lini pertahanan lawan dari sisi kiri, hingga menusuk ke tengah. Tak jarang ia sering menciptakan assist berujung gol.

Saat Juventus kekurangan tenaga di lini belakang pun, ia tak canggung memainkan posisi full back di sebelah kiri, bahkan ia tetap bermain dengan determinasi yang sama baiknya, seperti ketika ia ditempatkan di lini depan.

Kecakapannya untuk dimainkan di banyak posisi berbeda, rupanya belum cukup untuk membuat namanya masuk ke dalam skuad utama Juve. Mario dianggap tak cukup compact dengan skema Sarri Ball yang mengandalkan bola satu-dua sentuhan.

Mario bahkan kalah bersaing dengan pemain kesayangan Juventini yang selalu tampil angin-anginan, Federico Bernardeschi.

Keberadaan Mario memang serba dilematis, memasukkannya ke dalam skuad yang sudah penuh sesak, bukanlah keputusan bijak. Sementara menyia-nyiakan talentanya seperti ini, rasa-rasanya Juve sendiri yang akan rugi.

Bagaimana pun, pemain ini merupakan salah satu pemain yang begitu dihormati oleh para pendukung Juventus. Bahkan menjadi yang paling diidolakan para Juventini perempuan. 

Mungkin karena kesan bengal, slengean & badboy-nya, sehingga secara naluri, banyak perempuan begitu tertarik mencari tahu sisi lain dari pemain ini, menemukan sisi lembut dan rapuh dari apa yang selalu ia sembunyikan itu. Bukankah begitu, kak @Bianconerria? 

Determinasinya saat di lapangan, sudah tak perlu diragukan sama sekali. Mario bahkan tak pernah ragu untuk berkonfrontasi dengan pemain lain saat terlibat duel satu lawan satu. Sayangnya, di musim ini, belum semenitpun ia pernah dimainkan.

Juve memang punya riwayat buruk memperlakukan pemain yang begitu dihormati fansnya. Sebut saja sang legenda hidup, Alessandro Del Piero, yang dibiarkan pensiun di klub lain, tanpa pernah diberi kesempatan mencicipi kontrak baru, seperti yang begitu ia impikan.

Atau terhadap sang Pangeran Kecil, Claudio Marchisio. Nama ini bahkan diperlakukan dengan lebih tidak hormat lagi. Kontraknya diputus selepas akhir musim, tanpa pernah diberi kesempatan menjalani laga perpisahan.

Selain Mandzukic, di skuad Juventus saat ini masih ada beberapa nama lain, yang memiliki nasib serupa. Kiper Mattia Perin, misalnya. Nasibnya terkatung-katung semenjak kepindahannya ke Benfica gagal karena tes medis. Ia bahkan harus rela kehilangan posisinya sebagai kiper kedua, setelah kembalinya Gianluigi Buffon dari PSG.

Lain Perin, lain pula dengan Emre Can. Ball Breaker serba bisa asal Jerman ini justru harus menerima kenyataan, namanya tak diikut sertakan skuad Juventus di kompetisi UCL. Padahal ketimbang Emre, masih ada nama Sami Khedira atau Blaise Matuidi, yang secara usia sudah tak lagi muda.

Cerita soal Mandzukic, Perin dan Can, adalah satu dari sedikit contoh mereka yang tak memiliki privilese di sebuah klub bernama Juventus. Sebaik dan sebesar apapun kontribusinya di atas lapangan, mereka akan tetap kalah bersaing, terhadap sesiapa yang jauh lebih sering dibicarakan.

Mandzukic yang meski begitu dihormati dan menjadi kesayangan para tifosi, tak lantas terjamin posisinya di skuad utama, dibandingkan dengan mereka yang memiliki privilese karena namanya lebih "menjual" seperti Paulo Dybala, Gonzalo Higuain, dan tentu saja, Cristiano Ronaldo.

Begitu pun Perin dan Can, yang harus tahu diri, bahwa sebaik apapun kondisi keduanya, mereka belum cukup istimewa untuk menerima privilese yang sama, seperti yang dimiliki Buffon, Khedira dan Matuidi.

Terlepas dari ada atau tidaknya privilese tadi, Juventus setidaknya perlu belajar mengenai satu hal, yakni soal bagaimana memperlakukan pemain-pemainnya dengan tidak sejenak jidat. Bukankah tidak ada pemain yang namanya lebih besar, dari Juventus itu sendiri? Jadi, mengapa harus pilih kasih?

Atau barangkali Juventus memang sudah sangat terlalu besar kepala, sampai harus mengulang lagi kesalahan yang sama, seperti terhadap Del Piero dan Marchisio dulu?

Dan jika memang benar, Juventus sudah sangat sebesar kepala itu. Cuma soal waktu saja, sebelum klub ini kehilangan sesuatu, yang kelak akan disesalinya dalam waktu yang cukup lama. Sesuatu yang kita sebut sebagai loyalitas, cinta dan kesetiaan. Yang bahkan tak terbeli oleh privilesedalam bentuk apapun.

Sesuatu yang mungkin hanya bisa kita temukan dari diri seorang Mario Mandzukic, seorang striker yang pernah rela dipasang sebagai bek kiri.

Tidakkah begitu, kak @bianconerria?

***

Penulis biasa dihujat di akun Twitter @juve_gl

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun