Ada rentang sekitar tujuh tahun, semenjak terakhir kali grup band Noah merilis album "Seperti Seharusnya" di tahun 2012 silam. Semenjak itu pula, para Sahabat Noah (sebutan untuk para fans Noah) seolah dibuat rindu dan menunggu, kapan album terbaru Noah bisa segera diluncurkan.
Molornya proses pembuatan album memang sesuatu yang tak bisa diprediksi. Kabarnya sampai hari ini, Ariel, Uki, Lukman dan David, masih terus bolak-balik ke studio rekaman, memeras keringat, mencurahkan pikiran, guna merampungkan album mereka yang konon sudah memakan waktu produksi selama hampir tiga tahun. Apa pasal?
Membuat sebuah album musik memang bukan perkara mudah. Bahkan bagi band sekaliber Noah, yang memiliki bakat jenius Ariel sebagai core mereka, dengan berbagai riwayat kesuksesan bersama Peterpan di dalamnya.
Selama tujuh tahun terakhir pasca album "Seperti Seharusnya", Noah seperti seolah kesulitan menelurkan lagi karya-karya terbarunya ke dalam bentuk album. Ariel dkk memang sempat mengeluarkan sedikitnya dua buah album (penulis lebih suka menyebutnya sebagai semi-album), yakni bertajuk "Second Chance" pada 2014, dan "Sings Legends" di 2016.
Namun dari kedua album tadi, kita seolah tak terlalu menemukan nuansa "kebaruan" yang total di dalamnya. Kita lebih banyak disuguhi dengan lagu-lagu daur ulang, baik yang merupakan buah karya Noah sendiri, maupun milik para musisi besar yang aransemen musiknya digubah lebih kekinian ala Noah.
Dalam album "Second Chance" misalnya, kita hanya disuguhi tiga buah lagu baru berjudul, "Seperti Kemarin", "Suara Pikiranku" dan satu buah lagu berbahasa Inggris berjudul "Hero". Sedangkan beberapa lagu lain di album ini, ialah merupakan hasil daur ulang dari lagu-lagu semasa Noah masih bernama Peterpan.
Lagu-lagu lawas Peterpan seperti "Langit Tak Mendengar", "Tak Ada yang Abadi", hingga "Walau Habis Terang", coba dikemas ulang oleh Ariel dkk dengan konsep full band yang lebih cantik, sound yang jauh lebih jernih dan memukau, namun tetap tidak kehilangan nyawa dari lagu-lagunya.
Yang menarik dalam album ini, keberadaan David dengan kematangan bermusiknya, seolah menjadi sebuah kepingan yang selama ini hilang dari tubuh band ini. Setidaknya, Ariel memiliki tandem sepadan dalam menerjemahkan ide-ide di kepalanya ke dalam bentuk aransemen yang indah.
Peran David sesungguhnya sudah sangat bisa terlihat di awal kemunculan lagu "Separuh Aku" pada album perdana Noah. David sungguh berhasil memberikan sentuhan nada-nada piano yang ikonik dan mudah lekat di ingatan. Tampak sekali keberadaannya lah yang menjadi pembeda antara musik Peterpan dan musik Noah.
Di salah satu kesempatan wawancara, Ariel sempat berujar mengenai alasan mengapa ia mengemas kembali lagu-lagu Peterpan pada album ini, "Alasan kami menggarap lagi lagu-lagu yang dulu, ialah karena waktu itu kemampuan bermusik kami belum seperti sekarang. Ini jadi kesempatan kedua untuk lagu-lagu itu."
Dan nyatanya terbukti, lagu-lagu lawas Peterpan berhasil dikemas Noah menjadi sesuatu yang terdengar jauh lebih mengagumkan. Dengan aransemen musik mereka yang kian jauh terasah, utamanya berkat kepiawaian bermusik Ariel serta tangan dingin David, Noah berhasil menempatkan lagu-lagu lawas mereka untuk sampai pada telinga-telinga pendengar barunya, namun tetap tak kehilangan para pendengar setianya.