Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Disuap dan Disuapin Itu Sama-Sama Nikmat, tapi Beda Akibat

28 Agustus 2023   19:42 Diperbarui: 28 Agustus 2023   19:42 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang hidup itu biasanya mau yang nikmat-nikmat saja, ada teman yang mengatakan bahwa hidupnya terasa nikmat apabila ia enak makan -- enak kebelakang (bab-buang air besar) -- enak tidur. Makan apa saja rasanya nikmat, bab lancar tanpa kesulitan dan gampang tidur, begitu ketemu kasur-bantal-guling bisa langsung tidur. Ada yang mengatakan bila ia mempunyai banyak uang dan tidak punya hutang, dan ada juga yang mengatakan bahwa kalau ia sehat artinya tidak sakit itu bahagia dan nikmat betul. Begitulah cara pandang orang pastinya berlain-lainan satu sama lain.

Namun, pada kesempatan ini penulis hendak menyoroti peristiwa yang marak di masyarakat, apalagi kalau bukan yang namanya suap. Suap terjadi di mana-mana, ada kasus suap di Universitas, di Basarnas, di Perkeretaapian, di Pengadilan, bahkan terjadi juga di Mahkamah Agung dan masih banyak lagi. Makin dibabat kok malah merambat ya, tapi penulis percaya kalau negara akan tetap bersemangkat memberantasnya karena perbuatan korupsi itu termasuk melanggar sila ke-lima Pancasila, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut pembaca yang budiman, perilaku koruptif itu bertentangan dengan sila ke berapa? Kalau penulis, korupsi itu merupakan tindak penyelewengan/pengkhianatan sila ke-lima Pancasila. Menurut hemat penulis sila ke-lima itu merupakan sebuah harapan yang dinanti-nantikan seluruh rakyat Indonesia,  jadi jangan dihalangi dengan perbuatan busuk koruptor. Perbuatan korupsi itu sangat terkutuk karena koruptor itu egois, maunya kaya tapi caranya tidak jujur, selalu merasa kurang, menumpuk harta dengan melakukan kecurangan-kecurangan yang mengakibatkan kemiskinan/kesengsaraan banyak orang, seolah-olah ia akan hidup seribu tahun lagi.

Kasus korupsi suap-menyuap yang sering terjadi seperti menyuap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang karena jabatannya ia bisa menguntungkan orang yang memberikan suap. Bahkan menyuap penegak hukum (jaksa, hakim, pengacara) pun bisa saja terjadi, padahal Tindak Pidana Korupsi Bentuk Suap pasti akan dipidana (Pasal 5 UU Tipikor). Baik yang menyuap maupun yang menerima suap pasti ke duanya akan terkena sanksi. Tindakan suap-menyuap itu adalah memberi dan menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

Faktor kesulitan ekonomi selalu 'dikambinghitamkan' sebagai penyebab utama korupsi, benarkah demikian? Fakta menunjukkan, pelaku koruptif justru banyak dilakukan oleh orang mampu dan bahkan berpendidikan. Sudah kaya tapi masih merasa kurang terus, apa itu bukan rakus? Basmi 'tikus-tikus berdasi', tahu tapi melanggar, itu harus dihukum yang seberat-beratnya, ibarat 'pagar makan tanaman'. Semakin hari, semakin merajalela ulah 'tikus berdasi' ini, ia menggunakan kepintarannya untuk mencuri dan menggelapkan uang negara, ia ibarat 'penjajah' dalam negeri sendiri. Menggunakan kepintaran yang dimiliki itu harusnya untuk kemaslahatan umat manusia bukan untuk hal yang tidak baik dan merugikan orang banyak.

Mendingan kita mensyukuri cinta kasih orangtua yang ketika kita masih kecil dulu disuapin dengan penuh kasih sayang. Tidak ada orangtua yang mengajarkan kepada anaknya, nanti kalau sudah besar, sudah lulus pendidikan tinggi harus pintar-pintar cari uang dan kalau perlu korupsi supaya cepat kaya. Orangtua mana yang tega melihat anaknya memakai rompi orange dan ditayangkan di TV atau diberitakan  di media massa lengkap dengan foto yang terpampang jelas. Rompi itu menyakitkan, coba renungkan dulu dalam-dalam dan pikirkan dulu masak-masak karena sesal kemudian tak berguna. Disekolahkan tinggi-tinggi kok akhirnya memilih tinggal di balik jeruji besi.

Anak-ku Sayang -- Anak-ku Malang

Sekalipun alasan sesorang melakukan korupsi itu sangat beragam namun, secara singkat teori    GONE (yang dikemukakan oleh Jack Bologna) menjelaskan bahwa faktor penyebab korupsi adalah keserakahan seseorang, kebutuhan dan adanya kesempatan. Teori itu mengungkapkan bahwa koruptor itu pada dasarnya serakah/tamak dan tidak pernah puas, tidak pernah ada kata cukup ditambah adanya kesempatan dan dengan  kelicikannya itu ia menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Padahal ia tentu tahu kalau tindakannya yang ceroboh itu pasti ada akibatnya, jadi pantaslah kalau penulis sebut 'anak-ku sayang -- anak-ku malang'.

Gaya hidup konsumtif harus benar-benar dikendalikan, kebiasaan 'lapar mata' merupakan salah satu sebab terjadinya perilaku koruptif di samping moral yang lemah dan pergaulan  yang salah. Hidup ini pilihan, banyak jalan dan cara, maka pandai-pandailah membawa diri agar selamat dan tidak menanggung malu di kemudian hari. Berbicara tentang mengendalikan diri, mengingatkan penulis pada lagu (waktu masih kecil), yaitu: Lagu pada hari minggu..... mengendali kuda supaya baik jalannya. Silahkan kalau pada kesempatan ini pembaca yang budiman setelah membaca lalu disambung dengan menyanyi, sebab hati yang gembira adalah obat yang manjur.

Akhirnya, camkan baik-baik makna kata 'suap' dan 'disuapin' itu, benarkah sama-sama nikmat, jawabnya jelas tidak karena beda akibatnya. Adalah terlebih baik memilih yang baik karena kita masih waras! Wasalam ..... best regards!

Jakarta, 28 Agustus 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun