Akhir-akhir ini penulis amati makin marak saja yang namanya korupsi, kita mengenal 7 jenis korupsi yang sering terjadi:
- Korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara.
- Korupsi terkait dengan suap-menyuap.
- Korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan.
- Korupsi terkait dengan perbuatan pemerasan.
- Korupsi terkait dengan perbuatan curang.
- Benturan kepentingan dalam pengadaan.
- Gratifikasi.
Semua jenis korupsi itu memang membuat orang cepat kaya, tapi penulis yakin pasti akan berujung dengan tragis.Â
Pada kesempatan ini  penulis mengutip kalimat dalam Bahasa Jawa, demikian: 'Ora kabeh wong pinter kuwi bener; ora kabeh wong bener iku pinter. Akeh wong pinter...ning ora bener; akeh wong bener...senajan ora pinter'.Â
Artinya: 'Tidak semua orang pandai itu benar; tidak semua orang benar itu pandai. Banyak orang pandai....tapi tidak benar; banyak orang benar.....sekalipun tidak pandai'.
Korupsi Itu Menghambat Akses Pendidikan
Salah satu sebab pendidikan kurang merata di Indonesia ini adalah terjadinya pembiaran berkelanjutan terhadap tata kelola yang buruk. Korupsi yang terjadi di sektor pendidikan mengakibatkan akses masyarakat tidak mampu menjadi sangat minim.Â
Sangat disayangkan karena hal ini terjadi mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD hingga tingkat Perguruan Tinggi.Â
Bentuknya dapat berupa pengadaan barang dan jasa, insentif dosen atau peneliti, uang penelitian serta jual-beli nilai kelulusan, juga suap penerimaan mahasiswa baru (seperti kasus di atas).
Oleh karena itu, wacana perampasan aset koruptor hendaknya segera diterapkan di Indonesia dan hal ini butuh keseriusan pihak yang terkait.Â
Akan tetapi kenyataannya RUU Perampasan Aset Koruptor dan RUU Pembuktian Terbalik sudah hampir 20 tahun di DPR belum juga menjadi Undang-undang.Â
Jangan berhenti pada wacana saja kalau Indonesia mau bebas dari 'tikus-tikus' rakus, segera eksekusi itu solusinya!Â