Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indahnya Saling Asah-Saling Asuh-Saling Asih

24 Februari 2022   20:46 Diperbarui: 24 Februari 2022   20:56 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

             Di zaman Post Modern seperti sekarang ini, salah satu tandanya adalah masyarakat super sibuk yang menyebabkan timbul berbagai persoalan dalam kehidupan keluarga. Dalam ikatan kekeluargaan kita saling membutuhkan satu sama lain, saling menghargai dan menghormati adalah kata kuncinya. Jika harus terjadi perbedaan pendapat, itu adalah hal yang wajar. Kehidupan manusia di dunia ini semula digambarkan begitu indah, rukun, damai, tentram dan bahagia namun, dalam perjalanannya tidaklah demikian kenyataannya. Ketika satu sama lain sudah merasa adanya ketidakcocokan, mulailah benih-benih perselisihan terjadi. Bisa saja berhenti atau selesai sebelum membara namun, ada juga yang berkelanjutan dan berakibat terjadinya perpecahan.

        Sesuai dengan judul tulisan ini; saling asah -- saling asuh -- saling asih, ketiga sifat tersebut belum tentu didapati pada diri setiap orang. Apabila ketiga-tiganya ada pada diri setiap individu alangkah indahnya pergaulan antarmanusia ini. Kita yang berkecimpung di dunia pendidikan tentu sangat dituntut memiliki ketiga sifat tersebut. Indonesia perlu sosok guru yang benar-benar mau dan mampu mendidik dengan kasih, guru yang benar-benar mempunyai hati yang mengasuh siswanya. Sebagai makhluk yang sangat berharga baginya, yang telah dipercayakan orangtuanya kepadanya untuk diasuh selama jam sekolahnya. Guru yang benar-benar mampu mengasah kompetensi siswanya dengan tanpa mengenal lelah, juga guru yang siap mengasah dirinya sendiri sampai akhir hayat.

        Betapa mulianya tugas guru apabila hal tersebut dapat diwujudnyatakan dalam proses pembelajaran, ia adalah sosok guru yang mumpuni, yang mampu 'bersinar di tengah kegelapan' dan sanggup mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tidak bisa menjadi bisa. Guru adalah jabatan profesional, itulah yang membedakan dengan pekerjaan atau profesi lain. Guru yang benar-benar mendarahdagingkan ajaran Ki Hajar Dewantoro, dapat dijadikan teladan dalam kehidupan. Jika kita mengingat lagu Hymne Guru: 'Guru bak pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk dalam kehausan', niscaya pendidikan di Indonesia maju. Sekalipun dunia pendidikan kita sedang diporakporandakan oleh pandemi covid-19 seperti sekarang ini. Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi telah terjadi pergeseran makna mengajar dari sekedar aktivitas menyampaikan materi pelajaran, melainkan guru harus menjadi agen perubahan (agent of change).

        Guru yang memiliki sifat saling asah-asuh dan asih adalah guru yang menyadari bahwa ia tidak harus menuangkan sesuatu ke kepala peserta didiknya, ibarat mengisi 'gelas kosong'. Masing-masing peserta didik itu sudah mempunyai potensinya sendiri-sendiri sehingga tugas guru adalah menumbuhkan potensi yang ada itu. Guru juga bertugas menyirami dan memupuk agar pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dapat terjadi pada diri peserta didik.

Setiap Anak Memiliki Kepintarannya Sendiri 

        Berangkat dari Teori Konstruktivisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti: Hill, Shymansky, Karli dan Margareta, Tobin dan Timmons; bahwa Teori Belajar Konstruktivisme adalah teori belajar yang mengedepankan kegiatan mencipta serta membangun dari suatu yang telah dipelajari. Kegiatan membangun itu bisa memacu peserta didik untuk selalu aktif, sehingga kecerdasannya akan meningkat. Tentu tidak semua pendapat para ahli tersebut  dibahas di sini namun, cukup menarik pendapat yang dikemukakan oleh Tobin dan Timmons: "Pembelajaran berlandaskan pandangan konstruktivisme itu harus memperhatikan 4 hal, yaitu: (1) Pengetahuan awal seseorang; (2) Belajar lewat pengalaman (learning by doing); (3) Interaksi sosial; (4) Tingkat pemahaman.

        Ke empat butir tersebut di atas sangatlah cocok dipraktekkan oleh guru yang saling asah-asuh dan asih. Sebagaimana kita ketahui bahwa Teori Belajar Konstruktivisme ini dikembangkan dari teori kognitif yang memiliki tujuan: (1) Membantu peserta didik dalam memahami isi dari materi pembelajaran; (2) Mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari solusi atas pertanyaannya; (3) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep secara komprehensif; (4) Mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir aktif. Berangkat dari tujuan tersebut di atas sangatlah cocok kiranya dengan yang dikemukakan oleh Shymansky bahwa: "Aktivitas yang aktif, ketika peserta didik melatih sendiri pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide baru dengan kerangka berpikir sendiri".

        Semua pembekalan tersebut dimaksudkan agar selepas dari pendidikannya, peserta didik dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh tantangan. Bahwa sesungguhnya sudah ada bakat-bakat yang istimewa pada diri setiap manusia (cq peserta didik); di tangan guru lah bakat-bakat tersebut diasah dan diasuh dengan kasih sayang yang tulus dari seorang pendidik. Dengan cinta kasih yang tulus dalam mendidik maka peserta didik akan bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, siap terjun dan membaur di masyarakat yang dinamis. Oleh karena itu, jadilah pendidik yang benar-benar terpanggil dan mempunyai hati tulus untuk ikut mencerdaskan anak Indonesia.

        Guru dan orangtua bersikap untuk tidak memaksakan kehendaknya, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan gemar mengumpulkan informasi untuk mengisi pikirannya. Kalau kita jumpai ada anak yang mempunyai sifat selalu ingin tahu dengan segala sesuatu yang ditemui di sekitarnya, maka tugas guru dan orangtua lah melayani dan memberikan jawaban atau solusi dengan mengedepankan sifat asah-asuh dan asih, sehingga anak merasa nyaman dibuatnya. Akhirnya penulis sampaikan bahwa pendidikan yang sehat merupakan pondasi untuk membangun negara yang sejahtera dan stabil. Oleh karena itu, mari kita terapkan saling asah -- saling asuh -- saling asih. Indonesia perlu guru yang benar-benar dapat mengasuh peserta didiknya karena guru adalah orangtua anak di sekolah.

Jakarta, 23 Februari 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia -- tyasyes@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun