Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Tatap Muka Itu Pasti, Hanya Tertunda

13 Februari 2022   21:06 Diperbarui: 13 Februari 2022   21:10 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelajaran Tatap Muka Itu Pasti, Hanya Tertunda

            Sebagaimana dikhawatirkan Mas Nadiem, bahwa Indonesia memasuki masa krisis pembelajaran, segala strategi telah ditempuh karena seluruh warga bangsa Indonesia sadar bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang unggul di bidang pendidikannya. Namun apa mau dikata, corona bermutasi terus dan tak seorang pun tahu kapan virus yang satu ini akan lenyap dari muka bumi. Usaha vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat sudah dijalankan, meskipun di sana-sini ada saja beberapa orang yang membandel.

            Sebagus apapun model pembelajaran daring atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) diselenggarakan, tetap ada saja kendalanya. Dari segi media, prasarana dan sarana, pendidik dan peserta didik, juga efektivitas pembelajaran yang kurang optimal. Mau terburu-buru kembali ke model luring atau PTM (Pembelajaran Tatap Muka), untuk saat ini dirasa cukup riskan, karena varian omicron itu sangat cepat menularnya. Terbukti sekolah-sekolah yang menyelenggarakan PTM kembali dihentikan karena mulai bermunculan klaster sekolah.

            Model campuran (hibrit) pun tak semudah yang diucapkan, perlindungan anak-anak usia sekolah harus diprioritaskan. Kesehatan fisik dan psikis pendidik, peserta didik dan tenaga kependidikan harus diutamakan di samping tenaga kesehatan yang sehari-harinya bergaul dengan orang sakit. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa layanan di sejumlah fasilitas kesehatan di daerah mulai terganggu akibat ratusan tenaga kesehatan terpapar covid-19. Hal ini jelas membuktikan bahwa terjadi peningkatan kasus di mana-mana, sehingga siapapun tidak boleh lengah.

            Orangtua dan guru sudah bertindak adaptif dan kolaboratif sejak dibukanya kembali sekolah di awal tahun yang lalu (tepatnya pada tanggal 3 Januari 2022), kini terpaksa ditutup kembali dan pembelajaran diselenggarakan secara on line lagi, terhitung mulai tanggal 3 Februari 2022. Memang sudah seharusnyalah keadaan demikian diterima semua pihak, karena keselamatan jiwa manusia itu utama. Tapi bagaimana insan pendidikan harus mengejar ketertinggalan dan mengatasi 'learning loss' yang berkepanjangan ini? Tidak hanya dunia pendidikan yang mengalami keresahan melainkan dunia kerja juga masih 'dihantui' pengurangan tenaga kerja. Bahkan karyawan yang 'di rumah kan' sampai dengan di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) juga terus berlanjut.

Tetap Ada Harapan

            Ketika kasus pandemi covid-19 sempat melandai, di tahun baru 2022 terbit harapan baru namun, menjadi kandas karena ternyata angka penularan meningkat kembali sehingga banyak kegiatan yang sifatnya tatap muka ditunda atau dibatalkan. Orang-orang yang sangat ingin bersosialisasi di luar rumah seperti dulu-dulu, siswa dan mahasiswa yang rindu berjumpa dengan guru/dosennya menjadi tertunda. Rencana mereka yang sejak mendaftar kuliah secara on line dari daerah masing-masing dengan semangat ingin segera ke Jakarta melihat kampus secara langsung, beraktivitas sesama teman-teman, bisa belajar di perpustakaan, pendek kata mereka sungguh-sungguh sangat ingin merasakan kehidupan di dunia kampus masing-masing.

            Sesungguhnya kampus atau sekolah memang sebuah lingkungan yang mengasyikkan. 'Tiada masa seindah masa sekolah/kuliah'. Mengacu pada kata sekolah yang berasal dari bahasa Latin, yaitu skhhole, scola, scolae atau skkola yang berarti waktu luang atau waktu senggang, maka di saat PTM di sekolah terpaksa digantikan dengan PJJ dan belajar dari rumah (school from home) tidak harus jadi masalah, asal saja rumah bisa di desain sebagai tempat/ruang belajar yang nyaman. Justru dengan belajar dari rumah itulah pengawasan orangtua menjadi melekat (waskat) dan monitoring guru lebih efektif karena guru bisa bekerjasama dengan orangtua demi keselamatan dan keberhasilan anak-anaknya di kemudian hari.

            Mengingat bahwa sesungguhnya orangtua itu adalah pendidik pertama dan utama, maka orangtuapun dituntut bertindak kreatif dan inovatif sehingga membuat belajar dari rumah menjadi menyenangkan (joyfull learning). Kerjasama antara orangtua dan guru yang baik dan benar membuat anak terpicu dan terpacu untuk lebih giat lagi dalam menuntut ilmu. Jika anak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan, maka tugas orangtua dan guru lah untuk segera turun tangan. Guru dan otoritas sekolah perlu menunjukkan kesabaran ekstra dan kepedulian untuk dapat membantu anak, sehingga anak tidak merasa terkungkung melainkan belajar dari rumah bisa dirasakan sisi positifnya karena ada curahan kasih sayang orangtua dan perhatian penuh dalam hari-hari belajarnya.

            Suasana seperti sekarang ini, berkumpul bersama dalam satu keluarga dengan rentang waktu yang lebih lama dari biasanya membuat keadaan harus lebih rukun, lebih damai di antara anggota keluarga sehingga tidak mudah terjadi selisih paham. Jangan sampai terjadi ketersinggungan satu sama lain sehingga timbul keluhan-keluhan yang akibatnya memengaruhi jalinan kerukunan di tengah keluarga. Segenap anggota keluarga hendaknya bertindak sebagai pendukung keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, ciptakanlah suasana bahagia di keluarga, karena keluarga yang harmonis akan mengantarkan anak memiliki masa depan yang baik. Terlebih kesepahaman ayah dan ibu sebagai orangtua anak-anaknya, dalam mendidik sangat diperlukan, jangan sampai terjadi ayah 'ngalor' dan ibu 'ngidul' (ngalor adalah ke utara dan ngidul adalah ke selatan) artinya bersimpang jalan atau tidak sependapat.

            Dilema antara PTM dan PJJ itu hanya masalah waktu, jadi tidak harus 'dipaksakan' atau tergesa-gesa. Sekolah boleh memilih yang paling sesuai dengan kondisi setempat masing-masing, yang terpenting bagi pendidik dan peserta didik adalah tetap semangat dalam belajar, dimanapun juga karena memang belajar itu harus berlangsung sepanjang hayat (lifelong learning).

Jakarta, 13 Februari 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia - tyasyes@gmail.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun