Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hidup Rukun di Tengah Masyarakat Majemuk

13 November 2021   20:40 Diperbarui: 13 November 2021   21:00 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menciptakan kerukunan di tengah masyarakat yang manjemuk di negara Indonesia adalah tugas setiap warga negaranya. Kepedulian, kemauan dan kemampuan untuk hidup bersama dalam keserasian, perdamaian dan solidaritas dengan sesama, kesalingtergantungan (interdependency) manusia yang satu dengan manusia yang lain adalah kewajiban bagi seluruh umat manusia di bumi ini. Untuk menciptakan kerukunan dalam hidup bermasyarakat di tengah kemajemukan seperti di Indonesia ini diperlukan figur tokoh-tokoh masyarakat yang dapat menjadi teladan.

Sekolah, dalam hal ini guru sebagai pendidik hendaknya mampu mengelola dan menyelesaikan setiap persoalan, dalam arti cakap bertindak sebagai penemu dan pemecah masalah (problem finder and problem solver) ketika ada pertikaian di antara peserta didiknya. Dengan menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki perilaku yang khas dan unik dengan perangai yang berbeda-beda sangat rentan terjadi perselisihan di antara mereka. Sekolah juga harus dapat membuat setiap pelajarnya peka terhadap perbedaan yang ada di lingkungannya.

Pekerjaan mengajar dan mendidik yang dilakukan dari kedalaman cinta kasih hendaknya memancar dari hati setiap pendidik untuk melayani peserta didiknya, yang sangat beraneka ragam kepribadian dan karakter yang melekat pada setiap diri peserta didik, sehingga ia dapat menempatkan dirinya selaku pendidik yang mumpuni dalam proses belajar mengajar yang tepat. Juga perlu disadari bahwa pendidikan itu tidak hanya di dalam kelas, bukan hanya guru, tetapi orangtua dan bagaimana kita berinteraksi dengan masyarakat.

Di lingkungan masyarakat majemuk seperti di Indonesia ini kerukunan antarumat beragama mutlak diperlukan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari 17.500 lebih pulau besar dan kecil, yang dihuni oleh bermacam-macam suku (ada 1.340 suku), ada 6 agama yang diakui pemerintah, yakni: Islam, Katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu. 

Sangat memprihatinkan apabila agama dijadikan topeng untuk memasuki celah pertikaian di tengah masyarakat. Kalau manusia berperilaku hanya mau menang sendiri dan menganggap bahwa dirinyalah yang paling benar sedangkan yang lain  atau yang tidak sepaham berarti salah, maka pasti terjadi kekacauan.

Kalau saja mereka dapat menghayati Pancasila ke dalam dirinya, maka tidak akan ada lagi hal-hal yang dapat memicu dan memacu perselisihan, keonaran, fanatisme dan radikalisme di Indonesia yang gemah ripah loh jinawi (subur makmur dan sentosa). Hidup di negara yang plural mestinya disyukuri, karena semakin kaya kita dibuatnya. 

Perbedaan yang ada di Indonesia tidak untuk diseragamkan, melainkan dengan kebegaraman ini membuat Indonesia yang majemuk masyarakatnya sebagai tempat bertumbuh dan bersemi indah menuju cita-cita terwujudnya sila ke 5 Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, amankan dan amalkan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang pernah disebutkan oleh Bung Karno bahwa Indonesia itu sebagai untaian zamrut di katulistiwa. Syukurilah dan jangan sekali-kali dicabik-cabik karena adanya perbedaan satu sama lain. Lihatlah pelangi,  akan nampak indah karena warna-warninya. Kalaulah saja pelangi itu hanya berwarna merah saja atau hijau saja tentu tidak indah bukan? Semboyan 'bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh' kiranya di internalisasikan di setiap hati warga negara Indonesia.

Unity in Diversity

Indonesia bukan negara agama tetapi negara beragama, masyarakatnya sangat religius, ini adalah modal yang baik dan cocok untuk membangun spirit nasionalisme. Sekali lagi penulis katakan bahwa Indonesia bukan negara agama, melainkan negara kebangsaan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia negara satu nusa satu bangsa, bukan satu agama! 

Adanya perbedaan itu justru indah, jangan saling mengukur satu sama lain, karena ukuran yang kita pakai untuk orang lain akan diukurkan kepada kita.  Bagi orang yang berpikir rasional, perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan, hindari perdebatan dan utamakan permufakatan, toleransi itu tidak menghakimi pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun