Menyongsong peringatan Hari Guru Indonesia tanggal 25 November  yang diperingati bersamaan dengan Hari Ulang Tahun PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang lahir pada tanggal 25 November 1945, yang berarti tiga bulan saja setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Indonesia sudah memiliki organisasi guru membuat penulis merenung dalam-dalam. Profesi sebagai guru dan dosen yang lebih kurang  20 tahun  silam penulis tekuni hingga kini serasa singkat, karena profesi yang satu ini bagi penulis sangat menarik dan sekaligus menantang.
Dikeheningan malam ketika segala sesuatu yang tersirat di benak ini disuratkan melalui goresan pena yang sederhana ini, penulis teringat pada syair lagu 'Jasamu Guru' yang antara lain berbunyi demikian:
      "Kita jadi pintar menulis dan membaca, karena siapa?
      Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu, dari siapa?
      Kita jadi pintar dibimbing pak guru.......
      Kita jadi pandai dibimbing bu Guru......
      Guru bak pelita, penerang dalam gulita; jasa mu tiada tara".
Demikian kira-kira yang penulis ingat dan tak akan penulis lupakan, apalagi jika kata kita, penulis ganti dengan kata saya, menitik air mata ini jadinya.
Bahwa benar  kata Guru itu berasal dari bahasa Sanskerta, terdiri dari dua kata yaitu Gu yang artinya gelap dan ru yang artinya meniadakan. Jadi memang tugas guru lah  meniadakan kegelapan itu (kegelapan di sini dimaknai sebagai ketidaktahuan). Sebagai pendidik yang handal, kita mempunyai tugas mulia yaitu mengubah peserta didik yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak bisa menjadi bisa dan yang tidak baik menjadi baik, serta bagi yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
Kata mengubah perlu dicatat bahwa pada hakekatnya manusia itu adalah agen perubahan (change agent); bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pastinya berubah dan hanya satu yang tidak pernah berubah yaitu perubahan itu sendiri. Apalagi melaksanakan pembelajaran di masa pandemi covid-19 ini, semuanya menjadi berubah dan guru harus dapat menyesuaikan diri karena apabila guru tidak adaptasi sangat mungkin ia tersingkir dari dunianya. Tugas mulia guru benar-benar harus dihayati atau diinternalisasikan sampai di relung hati dan terus melekat sampai akhir hayat.
Anda Siap Menjadi Guru Yang Mumpuni?
Kata mumpuni (bahasa Inggris: qualified) mengandung arti mampu melaksanakan tugas dengan baik (tanpa bantuan orang lain), menguasai keahlian, termasuk kecakapan dan keterampilan tingkat tinggi, demikian menurut KBBI. Menurut hemat penulis, kata 'tanpa bantuan orang lain' kiranya perlu dimodifikasi karena di era revolusi industri 4.0 sekarang ini kita semua dituntut untuk dapat bekerjasama dan berkolaborasi. Teringat penulis pada beberapa tahun silam membaca sebuah artikel yang berjudul 'Guru kaku tidak laku'.
Oleh karena itu, inilah saatnya guru harus dapat beradaptasi dengan sesama profesi, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan tempat ia berkarya. Kini guru sudah bukan lagi sosok manusia yang serba tahu dan 'gudang' ilmu. Sebagai pendidik guru juga tidak zamannya merasa lebih tahu dari peserta didiknya. Tugas guru mengajar dan mendidik namun, kata pengajaran kini sudah disesuaikan dengan kata pembelajaran, sebab di sini ada proses.
Pekerjaan mengajar harus dibarengi dengan belajar, sebab tanpa belajar yang terus-menerus maka bersiaplah untuk ketinggalan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Guru perlu sadar bahwa sebagai guru yang berhasil dalam mengemban tugasnya adalah apabila guru bisa 'melahirkan' peserta didik yang lebih pintar dari dirinya. Menjadi guru profesional setidaknya ia harus memenuhi kriteria berikut:
- Penguasaan materi
- Penguasaan kurikulum
- Penguasaan teknik, metode, media dan evaluasi pembelajaran
- Pengembangan kepribadian
- Memiliki sertifikasi
- Memiliki komitmen terhadap tugas
- Memiliki kemampuan mengadakan penelitian (mulai dari yang sederhana)
- Bertindak disiplin dalam arti luas
- Patuh pada kode etik guru dan berwibawa
- Sehat jasmani dan rohani
Sesuai dengan tema yang diusung pada Hari Guru Nasional tahun 2021 adalah:
"Bergerak dengan hati, pulihkan pendidikan". Tema ini tepat karena dunia pendidikan cukup parah terdampak oleh pandemi covid-19, sehingga sampai dengan kini pun menyelenggarakan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) sebagaimana sebelum covid-19 merajalela masih belum bisa, sementara diakui bahwa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) bisa berimbas terjadinya learning lost.
Peran guru sangat menentukan kemajuan bidang pendidikan di negara Indonesia tercinta. Bangsa yang maju adalah bangsa yang peduli dan menempatkan pendidikan pada tataran prioritas yang pertama dan utama. Dunia pendidikan tidak boleh terpuruk berlama-lama, bangkit dan sadarilah wahai para sejawatku guru dan dosen, bahwa guru dan dosen adalah lentera kehidupan. Guru bukan orang hebat namun, semua orang hebat adalah berkat jasa guru. Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tapi seorang guru mampu melahirkan ribuan orang hebat.
Diakhir tulisan ini, penulis mengakui dengan setulus hati kepada semua guru (ku) yang mulia: 'Bakti dan kiprah serta jasa-jasa mu akan selalu terpateri dalam sanubari' (ku); tetaplah menjadi pelita untuk generasi bangsa, menuju Indonesia emas!
Jakarta, 10 November 2021
Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia -- tyasyes@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H