Pertanyaan siapakah kaum milenial sekilas nampak mudah untuk dijawab, tetapi sesungguhnya tidaklah sederhana untuk menjawab pertanyaan yang  satu ini. Secara gampang, kaum milenial adalah mereka yang lahir di sekitar tahun 1981-2000, di mana saat ini merupakan early adaptor, mereka adalah manusia produktif Indonesia. Di tahun 2030 angkatan kerja produktif adalah kaum milenial.
Si-milenial adalah kelompok demografi setelah generasi X; tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Milenial juga dikenal sebagai generasi Y, sedangkan generasi Z adalah generasi penerus setelah generasi milenial. Generasi Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1997, yang tumbuh dengan teknologi internet dan media sosial. Dari lahir hingga dewasa, generasi ini telah 'terpapar' internet, jaringan sosial dan sistem seluler. Sedangkan mereka yang lahir setelah generasi Z disebut generasi A (Alfa).
      Adpun ciri dasar generasi milenial, antara lain:
- 'No gadged no life!'
- Mudah merasa bosan.
- Menyukai yang serba instan.
- Menyukai melakukan pembayaran non-cash.
- Mahir multitasking.
Apakah Mahasiswa termasuk Generasi Milenial?
Mahasiswa dan semua pelajar saat ini sudah pasti termasuk dalam generasi milenials (di Indonesia ada 81 juta dari jumlah penduduk yang tercatat pada tanggal 21.5.2021). Istilah generasi milenial memang sudah akrab terdengar, berasal dari kata millennials yang diciptakan oleh 2 tokoh sejarah dan penulis Amerika Serikat, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Sebagai dosen, penulis harus dapat menyesuaikan diri ketika melayani mereka baik di kelas luring terlebih di kelas daring. Mengacu pada ciri ke 2 sebagaimana yang penulis sebutkan di atas yaitu 'mudah merasa bosan' tentu saja pengemasan dan penyajian pembelajaran harus dapat menyenangkan.Â
Oleh karena itu, penulis menggunakan strategi 'ser-san', artinya serius -- santai yang senantiasa dikombinasikan secara menarik, karena jika dosen bersikap 'kaku' bisa jadi ia 'tidak laku' lagi, artinya tidak disukai dan bila serius sepanjang waktu pembelajaran tentu akan membuat mahasiswa bosan/jenuh.
Mahasiswa tidak bisa pisah dengan HP-nya. Kemana saja, di mana saja dan kapan saja selalu bersama barang yang satu ini. Kalau untuk keperluan belajar sih baik-baik saja, repotnya kalau seluruh waktu habis untuk ber HP ria sebagaimana yang kita lihat di mana-mana ketika mahasiswa berkumpul bukan sibuk ngobrol, tapi sibuk up date status sambil scroll akun med sos. Begitu juga bila sedang kumpul bersama keluarga, yang namanya HP itu tak pernah lepas dari tangannya, sehingga terkesan 'cuek' jika diajak bincang-bincang oleh orangtuanya.
Lalu bagaimana pihak kampus menyikapi hal ini? Di kampus kita kenal istilah Si Akad (Sistem Informasi Akademik). Dosen, mahasiswa dan tenaga akademik kampus semua harus 'melek' teknologi internet, karena produk-produk teknologi terus berkembang dengan pesatnya.Â
Barangsiapa tidak adaptasi pastilah ia tertinggal. Hidup di era informasi tak boleh ketinggalan informasi, manusia adalah informasi apa yang diterimanya. Tentunya dengan bijak dapat memilih dan memilah mana yang bermanfaat dan mana pula yang tidak, sehingga tidak seluruh waktu habis dengan sia-sia.
Kehadiran smartphone dan media sosial, seperti face book, twitter, Instagram, dan lain-lain menjadikan generasi milenial menjadi seperti ketergantungan dengan benda yang namanya HP. Dunia yang berputar secara cepat ini menuntut manusia bergerak cepat. Sudah lebih kurang 15 tahun yang lalu sejak penulis menyelesaikan studi S3 Manajemen Pendidikan sudah memilih dan menetapkan semboyan hidup: "Jadilah si-cepat, dengan berpikir cepat dan bertindak cepat!"