Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masa Depan Itu Kini

25 Agustus 2021   07:07 Diperbarui: 25 Agustus 2021   07:15 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini, semua orang harus menjadi  'si - cepat', dengan berpikir cepat dan bertindak cepat. Waktu tidak menunggu 'si - lambat', diam di tempat berarti mundur. Bekerja di bidang apa saja kita harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. 

Masa yang akan datang adalah milik generasi Z dan Alpha, anak-anak milenial, muda, enerjik, sesuai dengan usia mereka mempunyai kekuatan jasmani yang sedang mekar-mekarnya. Oleh karena itu, kata kunci supaya dapat bertanding dan bersanding (to compete and to corporate) adalah belajar.

Pada kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan sebuah ilustrasi demikian: Siapa saja yang hidup atau tinggal di DKI Jakarta tentu tidak asing dengan kata macet. Ketika saya mengendarai mobil dan terjebak kemacetan di tengah hiruk pikuknya lalu lintas di Jakarta, terpaksa persneling dinetralkan dan pedal rem diinjak kuat-kuat. 

Tetapi setelah kemacetan mulai terurai dan kendaraan di sebelah kanan mulai bergerak maju, 'serasa' mobil yang saya kemudikan itu bergerak mundur, padahal sesungguhnya masih diam di tempat. Begitulah kondisinya, apabila di sisi kiri dan kanan kita maju, sedang kita tetap diam di tempat maka pasti akan tertinggal.

Untuk mengejar ketertinggalan itu, orang harus mau bekerja, bekerja keras dan bekerja cerdas (work hard and work smart). Dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah atau kuliah, keterampilan juga perlu diasah terus-menerus. Dunia kerja menuntut tidak saja teori melainkan juga praktek. Soft Skills dan penguasaan teknologi perlu dibarengi dengan kerja keras plus doa.

Hidup adalah perjuangan. 

Masa depan adalah bagi mereka yang mempersiapkan segala sesuatunya mulai hari ini. Jagad maya sudah bukan hal tabu bagi anak-anak zaman now. Mereka bisa belajar dan bertanya mengenai apa saja melalui internet. Mulai dari yang tidak bisa masak pun, menjadi bisa dan piawai dalam hal masak-memasak. 

Apalagi bagi orang-orang yang memang mau maju dan survive hidupnya, banyak sumber bisa didapatkan di dalamnya. Kemajuan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni) harus dapat mengimbangi tuntutan dunia kerja, sebab jika tidak mereka pasti akan tersingkir dan terpuruk penuh penyesalan. 

Dunia pendidikan baik formal maupun non-formal harus siap berkolaborasi dengan dunia industri, itulah sebabnya Mas Menteri Nadiem A. Makarim 'getol' dengan program nya 'Merdeka Belajar Kampus Merdeka' (MBKM).

Lembaga pendidikan mau tak mau sudah waktunya memberi kebebasan kepada peserta didiknya untuk berpikir kritis dan kreatif. Cara pikir yang linier dan cara mengajar yang berpusat pada guru (Teacher Centre Learning /TCL) harus sudah bergeser dan berpusat pada siswa (Student Centre Learning /SCL). 

Menempatkan peserta didik pada pusat pembelajaran dan melibatkannya dalam berbagai diskusi untuk memecahkan masalah atau mencari solusi adalah tuntutan masa kini. Pendidik bertindak sebagai fasilitator dengan menyediakan akses ke audio digital, video dan materi tertulis (e library), laboratorium virtual dan menyelenggarakan pendidikan yang menyenangkan (joyfull learning).

Sekolah ada batasnya, tapi belajar tiada batas.

Seiring dengan kemajuan zaman, maju pula peradaban manusia, yang tadinya orang gagap teknologi kini harus menyesuaikan diri karena hampir semua kegiatan ditunjang internet. Untuk itu barulah terasa bahwa sekolah ada batasnya namun, hal belajar sungguh-sungguh tiada batas. 

Kalau sekolah, begitu tamat SMA/SMK orang lanjut ke S1, dari S1 bisa lanjut ke S2 dan dari S2 bisa lanjut sampai S3. Akan tetapi hal belajar, tidak peduli ia sudah lulus S3 (Doktor atau Ph.D) kalau ia berhenti belajar bisa saja ia akan ketinggalan informasi.

Hal-hal baru seperti berbagai keterampilan baru akan terus bermunculan, karena  manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif. Apabila kedua belahan otak manusia yaitu yang kiri dan yang kanan dipadukan, terjadilah dialog yang menjadikan manusia itu kreatif, karena manusia itu diciptakan oleh Sang Maha Kreator yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 

Sebagaimana Howard Gardner dengan Multiple Smart nya mengatakan bahwa di dalam diri setiap manusia memiliki berbagai kecerdasan. 

Akhir-akhir ini dikenal kecerdasan buatan (Artificial Intelligence /AI), adalah salah satu bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia, bahkan bisa lebih baik dari pada yang dilakukan manusia.

Sejak kapan pendidikan itu dimulai?

Ada yang mengatakan sejak anak terlahir ke dunia, ada pula yang mengatakan sejak anak dikirim ke sekolah formal (PAUD -- SD -- SMP -- SMA/SMK dan seterusnya). Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan bahwa pendidikan itu dimulai sejak janin/bayi masih dalam kandungan ibunya dan berlangsung terus sampai ke liang lahat (from whomb to tomb). 

Mengapa demikian, mungkin ada pembaca yang terheran-heran namun, penulis siap membahasnya pada kesempatan yang akan datang. Dunia pendidikan menghadapi tantangan besar, kemajuan teknologi yang pesat, sementara situasi dan kondisi saat ini sangat tidak menentu dan penuh ketidakpastian. Salah satu pemicunya adalah pandemi covid-19, sehingga banyak orang terkaget-kaget dibuatnya.

Pendidik, peserta didik dan orangtua peserta didik harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan dan perubahan ini. Anak harus belajar dari rumah dan orangtua dituntut berperan jadi guru, anak-anak harus bisa mandiri dan beradaptasi dengan keadaan, pendidik (guru/dosen) harus dapat mengoptimalkan berbagai sumber pembelajaran yang kini semakin terbuka. 

Pademi covid-19 memang datang tanpa diundang dan membuat banyak orang terperangah karenanya. Dunia pendidikan mengalami revolusi, maka sistem pendidikan harus responsif melayani kebutuhan peserta didik.

Oleh karena itu, bersiaplah dengan adaptasi jika tidak mau punah, berpikirlah bahwa masa depan itu kini dan bukan nanti, lakukan komunikasi yang efektif, asah terus keterampilan literasi (seperti literasi informasi), media dan teknologi, kecakapan hidup yang fleksibel dan keterampilan sosial yang baik. 

Penulis akhiri tulisan ini dengan menyampaikan pemikiran John C. Maxwell: "Bekerja keras sekarang, merasakan hasilnya nanti; bermalas-malasan sekarang, merasakan akibatnya nanti".

Jakarta, 25 Agustus 2021

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia - tyasyes@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun