Bulan kemerdekaan belum usai dan kita pun bisa jadi Pahlawan. Masih lekat dalam ingatan saya ketika tiga Menteri Keuangan untuk empat periode yang berbeda berbicara mengenai lessons learned dari berbagai turbulensi perekonomian yang pernah kita hadapi.Â
Saat itu 30 November 2016 di Gedung Djuanda, berada pada satu panggung Tantangan APBN dari Masa ke Masa: Pak Boediono, Menteri Keuangan periode 2001 -- 2004; Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan periode 2005 -- 2009 dan 2016 -- sekarang; serta Pak Chatib Basri, Menteri Keuangan periode 2013 -- 2014.
Pak Boediono menjabat Menteri Keuangan pada era reformasi setelah krisis moneter 1998 yang merembet pada krisis politik dan membawa negara ini pada periode baru berdemokrasi.Â
Krisis moneter yang melanda Asia dimana Indonesia terkena dampak yang sangat signifikan menimbulkan ongkos ekonomi yang mahal namun menjadi momen kebangkitan untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara. Setelah menggunakan perundang-undangan keuangan negara peninggalan Belanda sejak merdeka tahun 1945, terjadinya krisis moneter 1998 membawa kesadaran pentingnya Indonesia merumuskan regulasi sendiri sesuai dengan cita-cita bangsa. Pak Boediono mengawal lahirnya paket Undang-Undang keuangan negara yang menjadi pondasi pengelolaan keuangan negara.
Ibu Sri Mulyani menceritakan betapa menjadi penjaga keuangan negara merupakan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Krisis 1998 menjadi pelajaran berharga untuk kita memiliki indikator dan framework untuk early warning signal mengenai kondisi perekonomian jika terjadi gejolak di pasar global maupun domestik.
 Framework untuk menjaga Indonesia agar tidak jatuh ke dalam krisis pun terbentuk dan sempat menghadapi beberapa ujian, diantaranya krisis likuiditas global tahun 2008. Namun itu tidak cukup, karena sebagai pengelola keuangan negara, even when the "party" is over, kita masih harus terus waspada terhadap berbagai kemungkinan.
Kewaspadaan itu lah yang harus terus dipertahankan. Termasuk saat ini seperti diungkapkan Pak Chatib Basri dalam Kompas pada 15 Agustus 2018 lalu. Dengan strategi APBN tahun 2018 yang counter-cyclical mendorong pembangunan infrastruktur sebenarnya sudah tepat. Dengan keuntungan bonus demografi, ini saat yang tepat supaya kita tidak kehilangan momentum. Namun menjadi bagian dari ekonomi global, Indonesia tidak dapat menutup diri dari dampak kebijakan negara lain, dalam hal ini Amerika.
Ketika The Fed menaikkan tingkat suku bunga, terjadi pembalikan arus modal. Indonesia sebagai emerging market, selama ini menikmati arus modal masuk terutama dari investasi portofolio.Â
Namun dengan defisit transaksi berjalan, Indonesia menghadapi status waspada terhadap pembalikan arus modal asing. Seperti diungkapkan Pak Chatib Basri, defisit transaksi berjalan sebenarnya tidak berbahaya jika tidak berlebihan dan dibiayai oleh Penanaman Modal Asing. Sayangnya di Indonesia, modal asing masih didominasi investasi portofolio sehingga rawan volatilitas.
Memang apa sih investasi portofolio itu?Â
Pemodal asing masuk ke suatu negara untuk berinvestasi bisa melalui investasi langsung maupun portofolio. Investasi langsung contohnya ketika pengusaha Qatar berniat membangun budidaya ikan di Sabang dan masuk ke sektor telekomunikasi di Indonesia. Bentuk investasi langsung seperti itu akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia.