Memasuki bulan Dzhulhijjah hampir seluruh kloter jamaah haji asal Indonesia sudah tiba di tanah suci. Mereka yang termasuk kloter awal akan berziarah dulu ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi sebelum bertolak ke Makkah. Adapun mereka yang termasuk kloter akhir, dari tanah air akan langsung menuju Makkah untuk melaksanakan ibadah umroh lalu bersiap menunaikan ibadah haji. Persiapan panjang dilalui oleh para jamaah haji, bahkan sejak masih di tanah air.Â
Sebelum berangkat ke tanah suci, para jamaah menetap terlebih dahulu di asrama haji di daerah setempat untuk memantapkan persiapan pelaksanaan haji demi meraih haji yang mabrur. Sejak 2014 telah dilakukan revitalisasi asrama haji hingga menyamai standar hotel bintang tiga dengan berbagai fasilitas pendukung seperti aula dan ruang serba guna. Revitalisasi tersebut dibiayai dengan Surat Berharga Syariah Negara.
Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara mulai diterbitkan satu dekade lalu. Setelah Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara ditetapkan pada tanggal 7 Mei 2008, persiapan untuk penerbitan perdana segera dimulai. Sebagai instrumen pertama yang akan diluncurkan adalah seri IFR (Islamic Fixed Rate) yang menyasar investor institusi seperti bank dan lembaga keuangan lainnya.
Setelah pembukaan masa penawaran pada 15 Agustus 2008, Pemerintah mengakhiri proses bookbuilding pada 21 Agustus 2008. Bookbuilding adalah proses mengumpulkan penawaran dari para calon investor. Hasilnya cukup memuaskan ditunjukkan dengan terjadinya oversubscribe atau kelebihan permintaan hingga 1,6 kali dari target penerbitan semula. Penerbitan IFR-0001 yang bertenor 5 tahun dan IFR-0002 yang bertenor 7 tahun total berjumlah Rp4,7 triliun. Setelmen dana dan surat berharga, proses dimana pembeli Sukuk menyerahkan dana dan Pemerintah menyerahkan kepemilikan investasi dilakukan pada 26 Agustus 2008. Dalam penerbitan perdana ini bank syariah sebagai sasaran investor Sukuk Negara mengambil porsi hampir 10%.Â
Selama satu dekade, Sukuk Negara tidak melupakan tujuan utamanya, yaitu diterbitkan untuk membiayai proyek. Namun untuk menjadi instrumen pembiayaan proyek, banyak yang harus dibangun terlebih dahulu. Tidak hanya infrastruktur legal untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor maupun Pemerintah sebagai penerbit, namun juga infrastruktur pasar untuk membuat Sukuk Negara menjadi instrumen yang memiliki daya saing.
Kelengkapan infrastruktur hukum harus melalui jalan panjang. Ini merupakan kerja bersama yang membutuhkan sinergi antar lembaga. Bappenas sebagai badan perencana pembangunan harus diyakinkan bahwa Sukuk Negara siap menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur untuk mendukung pembangunan. Kementerian teknis harus diajak kreatif dan keluar dari zona nyaman jika ingin memperoleh pendanaan untuk rencana proyeknya.
Tidak hanya sampai di situ. Dari sisi urgensi dan kebutuhan yang demikian nyata, namun siapa yang mau beli dan berapa besar biaya yang ditimbulkan merupakan isu berikutnya. Maka infrastruktur pasar harus dibangun agar pasar Sukuk likuid dan dalam (deep). Pasar dikatakan likuid dan dalam ketika setiap investor dapat bertransaksi dalam jumlah berapapun dalam waktu singkat dengan spread harga yang rendah.
Penting untuk mewujudkan pasar Sukuk yang demikian agar investor tertarik, tidak merasa harga Sukuk terlalu mahal atau Sukuk sulit dijual kembali ketika ia ingin merealisasikan keuntungannya. Ketiadaan pasar yang dalam dan likuid hanya akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari sisi Pemerintah sebagai penerbit Sukuk.
Kenapa tergantung kepada investor konvensional yang mencari keuntungan semata? Bukankah lembaga keuangan syariah di Indonesia sudah banyak? Seharusnya Sukuk Negara berkonsentrasi pada sasaran investor syariah. Aset keuangan syariah saat ini masih berkisar di angka 8% dari total aset keuangan di Indonesia atau Rp1.118 triliun menurut laporan OJK. Investor syariah bukan berarti angel investor yang tidak mengincar laba. Bahkan investor syariah pun menargetkan keuntungan dari investasi yang ditanamkannya. Bagaimana pasar keuangan syariah dapat maju dan berkembang jika tidak memperoleh untung? Â Â Â
Beberapa penelitian dari skripsi mahasiswa mengenai minat beli instrumen Surat Berharga Negara (termasuk Sukuk Negara) ritel yang saya baca menghasilkan kesimpulan bahwa faktor jaminan Pemerintah dan tingkat bunga/imbalan yang tinggi menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi.
Pemerintah tentu senang ketika Sukuk Negara laku karena dengan demikian maka Kementerian Agama memperoleh dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas asrama haji, termasuk asrama haji dan embarkasi Jakarta -- Bekasi yang baru saja diresmikan Menteri Agama.