Mohon tunggu...
Sri Handayani
Sri Handayani Mohon Tunggu... Editor - Social Media Marketing

I like to talk about psychology, education, language, health, art and culture, and technology

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perawan Gunung Kidul: Catatan Perjalanan ke Pantai Sadranan

2 Maret 2014   19:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_298113" align="aligncenter" width="560" caption="Pantai ini mulai dikelola dengan apik sehingga mulai banyak orang datang untuk menikmati keindahannya. Bagaimana penampakan pantai ini beberapa tahun ke depan tergantung bagaimana perilaku kita dalam menjamahnya."][/caption]

Awal Januari lalu, saya dan beberapa orang teman kembali melakukan perjalanan ke Gunung Kidul. Daerah ini memang selalu meninggalkan rasa rindu bagi saya. Garis-garis pantainya yang indah dengan pasir putih dan suasana sepi seakan memanggil-manggil untuk selalu kembali. Bertahun-tahun yang lalu, kalau kita berbicara tentang daerah wisata di Gunung Kidul, ingatan kita akan tertuju pada tiga nama populer, yaitu Pantai Baron, Kukup, dan Krakal yang seringkali disingkat BKK. Saat ini banyak pantai baru dibuka untuk umum dengan konsep wisata alam yang lebih tertata. Banyak orang, terutama yang baru pertama kali datang ke Gunung Kidul, berdecak kagum menemukan keindahan pantai yang tersembunyi di antara daerah wisata lain di kota Yogyakarta. Inilah yang saya sebut perawan-perawan di tepi jurang karena letak pantai-pantai indah ini berada di antara jurang-jurang terjal yang terdapat di Kabupaten Gunung Kidul.

Saya pergi bersama Iqbal, Tommy, dan Bobby. Iqbal adalah seorang petualang yang mempunyai misi keliling Indonesia dan menuangkan keindahan negara ini lewat tulisan dan jepretan kameranya. Tommy seorang wartawan sebuah portal berita online di bidang lingkungan hidup yang saat itu juga sedang mendalami kemampuan fotografi dengan kamera barunya. Bobby adalah seorang musisi asal pulau Sumatra yang baru datang ke Yogyakarta dan ingin membuat video klipnya di kota ini, sedangkan saya adalah mahasiswi biasa yang mengandalkan teman-teman saya ini untuk sampai ke sisi selatan pulau Jawa. Sebuah kombinasi yang apik membawa kami menelusuri jalan berkelok di sepanjang perbukitan Gunung Kidul.

Dari beberapa pantai baru yang dibuka seperti Pantai Ngobaran, Pok Tunggal, Indrayanti, dan pantai-pantai lainnya, kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Sadranan. Kami sengaja mencari pantai yang dalam asumsi kami belum terlalu dikenal dan masih sepi dan masih asri. Sebelum perjalanan ini, Iqbal yang sudah pernah kesana banyak bercerita pada saya. Katanya pantai ini adalah pantai yang romantis, sepi, bersih, dan indah. Karena itu pengelola pantai ini dulu menamainya “Love Beach”. Saya percaya karena selain nyaman untuk melakukan berbagai kegiatan organisasi, atau tempat hang out bersama teman dan saudara, pantai di Gunung Kidul juga terkenal menjadi tempat romantis bagi pasangan yang sedang dimabuk asmara.

Dari kota, kami butuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai ke tempat ini. Saat itu musim durian. Beberapa penjual buah menjajakan durian di pinggir jalan. Kami juga melewati beberapa tempat wisata baru yang juga terkenal di Yogyakarta seperti air terjun Sri Gethuk dan Goa Pindul yang terkenal dengan caving tube-nya. Mendekati daerah pantai, semilir angin disertai aroma pasir dan air laut yang khas mulai tercium. Pantai Sadranan terletak tepat di samping Pantai Krakal. Untuk mencapai ke sana, kita melewati jalan masuk yang sama ke Pantai Krakal, kemudian berbelok sebelum sampai ke pantai tersebut.

Memasuki kawasan wisata pantai Sadranan, suasana ketika itu masih sepi. Matahari terasa sangat terik.Hanya ada kami, sepasang anak muda yang duduk di bawah payung, dan beberapa ibu-ibu yang menawarkan sewa payung dan karpet/tikar beserta anaknya. Kami sempat duduk-duduk dan mengambil foto. Tommy dan Bobby nampak puas mengambil gambar, begitu pula Iqbal. Saya pun sempat menjajal belajar fotografi dengan kamera Tommy. Nampak sempurna. Memasuki tengah hari, suasana pantai makin ramai. Ada beberapa rombongan anak muda yang nampaknya masih usia sekolah serta beberapa orang seusia kami datang dengan mobil. Sama seperti yang kami lakukan, mereka pun asik mengambil foto dan beberapa di antaranya juga mandi di pantai. Tommy yang sudah membawa perlengkapan mandi lengkap gagal menceburkan dirinya karena tidak satupun dari kami mandi. Semakin banyak orang, kami pun naik ke bukit kecil di sebelah kanan pantai. Dari situ kami dapat melihat deretan pantai lain di sekitar pantai Sadranan. Yang paling jelas tentu saja pantai Krakal. Nampak sebuah keluarga mandi di pantai kecil dengan air yang bening. Pemandangan dari atas bukit juga nampak lebih indah ketika kami abadikan dalam foto.

Sayang sekali, waktu jua yang memisahkan kami dengan suasana indah Pantai Sadranan. Saya sangat terkesan dan sebenarnya sangat ingin mampir ke deretan pantai-pantai lain yang pastinya tak kalah indah. Saya tak pernah bosan dengan pantai di Gunung Kidul. Perjalanan yang lumayan jauh dan berliku terbayar dengan birunya air laut yang masih asri. Kami pulang dengan gembira. Bobby berencana kembali untuk membuat salah satu video klip lagunya di pantai itu, sedangkan saya berniat untuk mendatangi satu per satu pantai lain di Gunung Kidul. Salah satu kota tercinta di Yogyakarta.

Sepanjang perjalanan pulang dan bahkan hingga saat ini, Gunung Kidul terngiang di ingatan saya dengan pantai-pantai indahnya yang masih perawan. Hal yang sangat positif ketika keindahan pantai itu bisa terus kita nikmati dan kita jaga. Saya pribadi, sebagai seorang yang selalu merindukan pantai-pantai perawan itu berharap dengan banyaknya orang tahu dan menjamahnya, pantai-pantai itu tidak akan berakhir dengan tumpukan sampah seperti yang terjadi di banyak pantai yang terlebih dulu populer seperti Pantai Parangtritis dan Pantai Depok di Bantul, atau bahkan Pantai Samas yang memprihatinkan. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun