Mohon tunggu...
Handarbeni Hambegjani
Handarbeni Hambegjani Mohon Tunggu... -

press any key to continue ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istri Itu Raja, Suami Itu Babu

13 Februari 2014   13:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_322358" align="aligncenter" width="385" caption="Bukan Perkasa... Tapi Terpaksa, Kawan..."][/caption]

`Dibalik gincu Perkasa, sungguh mereka Terpaksa`

Bukankah kita sering kita melihat, mbok mbok di pasar yang jadi kuli panggul, atau ada juga ibu ibu yang menjadi karnet bus, tukang parkir, itu bila di Negara ini. Di sini, kemarin ada sub-headline tentang wanita wanita Vietnam yang bekerja. Dengan ilustrasi ada yang mendayung perahu di sungai, dangangan dsbg. Untuk itu semua, kita memberi penghargaan dengan menyebutnya sebagai wanita Perkasa...

Menurut saya, menjelaskan wanita dengan simbol keperkasaan itu rancu, sebab Perkasa itu sifat yang sangat maskulin, bukan Feminim mewakili kaum wanita, jadi, sesuatu feminim yang dimasuki sifat maskulinitas, maka hal Feminim tersebut menjadi kabur, atau hilang.

Apalagi, kalau kita memberikan makna perkasa ala Gathot Kaca itu , yakni bermakna istri puas di Ranjang....... , maka jelas, Perkasa jelas bukan Perkosa atau malah ter-perkosa.

Menjelaskan `wanita Perkasa`, menurut saya adalah utopia dan `paralized`, bahasa santer yagn sering digunakan kompasianer NurKholis Gufron. Jadi, sungguh jauh dari kata tepat.
Sebab wanita wanita tersebut jelas tidak Perkasa, tapi dalam alunan jiwa feminim mereka, sesungguhnya terpaksa. Alih2 terpaksa pun masih baik, malah mereka ter-perkosa.

Wanita itu Kaum Ibu saya, salah satu tulisan disini. Oleh itulah, bagi saya, amit amit menjadikan kaum wanita --kaum Ibu saya itu-- membuat hidup mereka nelangsa dan sengsara.

Terkadang ketika dalam perjalan di Bis, Sering saya memilih berdiri mempersilahkan wanita yagn berdiri untuk mengisi tempat duduk saya. Ini bukan masalah modus atau bukan. Sehingga, anggap saja bila mendapat senyum manis nan tulus, itu hanya bonus perjalanan dan pengusir capek.

Oleh itulah, jangan paksa saya bersimpati bila melihat laki laki yang ukurannya menurut saya masih Muda atau masih cukup kuat yang memilih duduk dan tidur dalam sebuah Bis, dan membiarkan seorang wanita di sampingnya ada yang berdiri.

Itulah lagi, saya sebut wanita wanita termaksud, bukan wanita Perkasa, tapi Terpaksa dan malah Terperkosa.

Apalagi bila menggunakan ukuran Islam, Bekerja itu tanggung jawab Laki Laki. dalam sebuah terori Fundamental, seolah wanita tidak p erlu tahu. Oleh itulah, kompasianer Usi Sabakota, pernah menulis, tugas wanita itu sebenarnya hanya Manak dan di wedak.

Terkadang, terlalu banyak wanita membari bonus kepada laki laki. Ada yang bilang, tugas wanita itu: Sejak bangun pagi hingga terpejamnya mata suami, ladhalah....

..Terlalu banyak wanita memberi bonus. Sejak cuci pakaian, momong anak, masak, ngepel, nyuci piring dan seterusnya. Lagi, jelas menurut ukuran Islam yang lebih baku, demikian tadi bukan kewajiban, selain daripada bonus, bonus dan bonus yang diberikan untuk suaminya. Ingat, bagaimana nabi Muhammad pun, oleh orang tuanya, dicarikan `buruh wanita` yang mau menyusuinya (Halimah as-sa`diyyah).

Sayangnya terkadang, kaum ibu saya sendiri terlena dan terlalu bangga diri, sehingga lupa akan hal yang non bonus yang musti diberikan, gara gara merasa sudah memberikan banyak bonus ini.

[caption id="attachment_322361" align="aligncenter" width="440" caption="`Jalan Raja Istri` Nama salah satu ruas Jalan di kota Seria; catatan tercecer dari muhibbah di Brunei, Gambar copyright pribadi."]

139227326136601176
139227326136601176
[/caption]

Karenanya, dari semburat wajah pun kita bisa tahu, sunguh mereka bukan Wanita Perkasa. Tapi terpaksa dalam ruang kelemahan diri dihadapan hidup. Terperkosa dalam nilai daya tawar yang tiada arti dimata Pemimpin pemimpin yang lebih mementingkan Indeks Saham Negaranya, Indeks Inflasi dan seterusnya, dibanding Indeks kehidupan kaum bawah.

Dalam kacamata Kuda, mereka akan nampak sebagai wanita Perkasa. Tapi bila kita mau menilai bahwa Wanita adalah Kaum Ibu Saya, sungguh penilaian yang jahat. Sebab Wanita, Ibu, Istri itu Raja, Suami itu babu

Kemudian anda laki laki yang sempat baca tulisan ini, atau pernah menulis tentang hal hal berkaitan perkasa, perkosa dan terpaksa, lalu tidak siap jadi Babu? jelas, dalam nilai kemanusiaan kaum Ibu saya, wajib hukumnya mempertanyakan lagi benarkah anda, saya, kita adalah Laki laki sejati untuk wanitamu?

Sekali lagi, jangan katakan mereka Perkasa, sunggguh mereka menjalaninya karena Terpaksa dan terperkosa.

sebab, Wanita, Ibu Istri itu Raja, dan Laki laki, Suami itu Babu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun