Mohon tunggu...
Handarbeni Hambegjani
Handarbeni Hambegjani Mohon Tunggu... -

press any key to continue ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Dibohongi Soal Ibu Pertiwi; Wanita Palsu?

27 Agustus 2014   02:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:27 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkan Ibu Pertiwi Wanita Palsu? Apakah diantar kita ada yang pernah bertemu dengan Ibu pertiwi? Lantas, bagaimana kita tahu kalo Ibu pertiwi itu adalah wanita teolen? bagaimana kalau misalnya ia adalah sosok jadi jadian? Bukankah diantara kita belum pernah ada yang bertemu dengan Ibu pertiwi ? sebab itulah saya jadi ragu kalau benar benar wanita. Lupakanlah sejenak pelajaran bahasa melayu modifikasi Indonesia dulu. Gimana kabarnya? dapat nilai berapa UAN BI anda dulu? Karena menurut saya,  diantara bahasa bahasa di dunia yang mengajarkan penuturnya terbawa dengan kharakter hypokrit, termauk bahasa melayu modifikasi Indonesia yang kita cinta. Untuk itu saya berpikir.. jangan jangan... , seandainya dan bagaimana kalau benar Ibu Pertiwi terbawa kharakter itu, atau malah malah adalah Wanita Palsu? Hanya 9 Bulan untuk Jadi Ibu, Perlu seumur hidup untuk Keibuan Menjadi Ibu itu mudah, katanya sih.. hanya perlu modal `nangkarak dan diwedak`, begitu tulisan salah satu kompasianer. Kemudian ditambah sejumlah paket waktu, yang biasanya di definisikan 9 bulan. Jadilah seorang Ibu dan, Selesai! Karena mudahnya proses ini, untuk itu banyak ABG kita yang sudah menyelesaikan 9 bulan itu dan sudah pada jadi Ibu. Tetapi, dalam makna kemudian yang bersangkutan mau kembali ke status `wanita` saja atau melanjutkan langkah berikutnya, ini adalah pilhan yang tidak Mudah. Langkah selanjutnya yang saya maksudkan adalah tentang Keibuan yang membutuhkan seumur hidup belajar itu dan tidak ada sedikit pun ruang bagi laki laki didalamnya. Pertama, Ibu Pertiwi ternyata makna yang Gagal. Mari kembali membahas Ibu Pertiwi. Jadi udah tahu kan? Jadi Ibu itu hanya perlu sembilan bulan. Sedangkan berapa lama anda sudah `mendengar` Ibu pertiwi ? Saya yakin jawabanyya pasti lebih dari sembilan bulan, bagaimana yang anda rasakan tentang Keibuan nya? Untuk itu, jika selama ini tidak tahu, baiknya tidak usah berharap tahu. Karena anda Tidak Akan pernah Tahu itu. Karena sebenarnya anda sedang mendapaktan sisi hypokrit bahasa kita tentang Ibu itu. Hanya waktu 9 Bulan!, dan tidak ada bukti orisinil bahwa ia melanjutkan profesinya sebagai Ibu. Maknanya, untuk perjalanan bangsa yang akan terus berjalan lebih dari 9 bulan, Ibu (saja) tidak pernah akan cukup mampu untuk mengayomi bangsa. Pantes anak anaknya berantakan (yang merasa saja), kekayaan yang ada dalam rumah pada diambilin sama tetangga, sampai sampai hanya untuk makan roti saja, kadang harus rebut rebutan dengan sesama saudara kandung. Dengan demikian, kita mendapatkan kebenarannya Ibu Pertiwi, ternyata Makna yang gagal. [caption id="" align="alignleft" width="322" caption="Peta penguasaan Eksplorasi Migas : Diambil tetangga, Ibu Pertiwi gk mau jaga sih?"][/caption] Untuk itulah, karena kebutuhannya ketika berada dalam konteks Negara adalah selama mungkin, seharusnya bukan Ibu Pertiwi tetapi tapi `Keibuan` Pertiwi. Kedua, Mengajarkan kharakter Hypokrit. Untuk itulah, mulai saat ini, tinggalkanlah Ibu Pertiwi.  Karena parameter sebagai sosok Abal abal sudah saya jelaskan di depan. kemudian selanjutnay, baiknya ketika anda sudah berada di Alam dewasa ini, tinggalkan segala atribut theori tentang Bahasa Indonesia untuk UAN mu dulu itu, terutama yang berkatian dengan imbuhan ke-an. Karena Implementasinya serius : tingkat hypokrit yang akut. Sadarilah, ketika kita mengatakan suatu kata dengan imbuhan ke-an, pada hakekatnya sedang terjadi kuadratisasi kata tersebut. Misalnya : Sebutlah kata Pulau. Jika anda mengatakan menjadi Ke-pulau-an, maka sebenarnya terdiri dari banyak pulau pulau. Untuk itu, jika tidak mau hypokrit, maka kata Ibu, lalu di beri Imbuhan ke-an seharunya juga bermakna ada `Banyak Ibu`.  Dengan makna demikian, kita akan lebih mudah meng identifikasi bahwa KeIbuan tersebut bukan sosok jadi jadian. Identifikasi terakhir ini, membantu kita untuk memahami. Kenapa zaman Pak Presiden Soekarno dulu, rakyat merasa di Ayomi.  Dan tegas dengan sebuah sikap bahwa Kekayaan Yang ada Di Indonesia tidak boleh di ambil Asing? ya itu tadi, karena ada di sekitar Pak Presiden Soekarno, ada keibuan (ibu yang banyak) untuk kita dan negara ini,  Keibuan pertiwi! just may be.... Ada lagi profile Paling sukses sedunia setelah Soekarno. Perkenalkan, namanya  Jacob Zuma, Presiden Afrika selatan. Dan rakyatnya bisa jadi menjadi salah satu rakyat di dunia ini sangat beruntung. Mungkin juga sangat merasa ter-Ayomi, karena beliau punya Keibuan Pertiwi Negara,  just may be... [caption id="attachment_355376" align="aligncenter" width="410" caption="Hallo Apa Kabar? Kami adalah KeIbuan Negara yang Asli. Yang lain lain, itu kw ya.. (c) Sreen Capture RNW-africa"]

14090556461588491762
14090556461588491762
[/caption] Pengin? Jangan lupa, konsultasikan dulu kepada Ahlinya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun