Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpergian dengan Kruk, Apakah Memungkinkan di Indonesia? - bagian pertama

21 Januari 2025   19:54 Diperbarui: 21 Januari 2025   20:11 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanda tempat duduk prioritas di KRL (sumber: https://commuterline.id)

Setelah sekitar sepekan rutin berkunjung ke RS, saya mulai mencoba tidak bergantung pada banyak bantuan dan alat. Saya mulai memesan taksi online untuk menuju RS, walaupun masih ditemani oleh kawan saya. Sesampainya di RS saya pun tidak menggunakan kursi roda lagi. Soal taksi online, nanti saya ceritakan belakangan.

Tantangan pertama adalah, naik tangga. Perkara yang mudah sebelumnya, menjadi sedikit rumit bagi saya. Dengan hati-hati dan kawan tetap berjaga (tanpa harus memapah saya), saya mencoba menaiki tiga anak tangga. Waswas juga. Tinggi sekitar sejengkal yang terlihat enteng, kini menjadi tantangan berat bagi saya. Naik dan turun.

Kondisi RS dan tangga-tangganya alhamdulillah telah saya kuasai. Namun, saya sudah sangat bosan di kamar kos. Belum genap sebulan pasca operasi. Saya mencoba mengikuti satu kegiatan mitra kerja saya yang diselenggarakan di sebuah hotel, masih di kota yang sama. Kembali, tantangan yang sama.

Jalur kursi roda -- di hotel yang cukup ternama di kota ini -- memang disediakan, namun curam dan pendek. Bagaimana mungkin seseorang tanpa bantuan, penyandang disabilitas yang mandiri menggunakan kursi roda, mampu melewati curamnya jalur ini, pikir saya.

Saya memilih tidak menggunakan kursi roda walaupun ditawari oleh satpam hotel. Saya memilih meniti tangga, karena merasa sudah sedikit terlatih dan memang harus membiasakan diri.

Sofa-sofa panjang yang tersedia di hotel cukup membantu saya. Saya duduk dan berselonjor kaki di atas sofa saat menunggu kawan di lobi hotel. Tentu saya berharap tidak ada yang marah dengan kelakuan saya ini.

Tentu di hotel ada lift, hal ini sangat membantu saya menuju lantai atas tempat kegiatan. Saya cukup maklum di ruang pertemuan tempat acara, saya hanya duduk dan diberikan kursi tambahan oleh rekan-rekan, untuk menyangga dan menyelonjorkan kaki kanan saya. Tidak ada masalah dari fasilitas hotel untuk bergiat bagi penyandang disabilitas pengguna kruk seperti saya ini.

Tempat ibadah

Satu hal sejak pertama saya menerima kondisi kaki saya ini adalah, bagaimana saya harus sholat ke masjid. Baiklah, saya masih bisa sholat dengan duduk di kasur. Namun setelah tiga sholat jum'at terlewat, tentu saya mulai gelisah.

Saya katakan ke kawan yang biasa berkunjung dan membantu saya di tempat kos. Tolong lihat-lihat masjid di sekitar saya tinggal, yang paling sedikit tangga-tangganya.

Saya katakan ini, karena masjid yang biasa saya sholat di dekat tempat kos saya, punya tangga yang mungkin lebih dari 20 anak tangga. Saya pakai kruk, mungkin masih bisa meniti anak tangga pelan-pelan. Namun bagaimana dengan saudara kita para difabel permanen yang harus menggunakan kursi roda? Bagaimana mereka menuju ruang utama masjid?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun