Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumba, Kuda, dan Malaria

29 Mei 2022   21:08 Diperbarui: 29 Mei 2022   21:11 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petak-petak hutan, padang ilalang, kebun, dan rumah di Pulau Sumba. (@Hanom Bashari)

Setelah kejadian minum klorokuin ini beberapa bulan kemudian, saya selalu teringat kejadian tersebut seperti cerita pada novel Harry Potter. Saat Harry dan Profesor Dumbledore mencari horcrux di sebuah gua tepi laut. Karena harus meminum seluruh air beracun di dalam tempayan, sang Profesor meminta Harry untuk memastikan sang guru meminum seluruh air tersebut apapun yang terjadi.

Singkat cerita, setelah perjuangan lebih dari dua jam berpadu antara sadar dan berhalusinasi, saya bisa menuntaskan empat tablet masuk ke badan saya.  Saya pun tertidur.

Saya masih sempat terbangun tengah malam dengan badan penuh keringat, namun lebih terasa enteng di kepala. Pagi hari, badan seperti terasa segar, seakan-akan sudah baikan dan menuju sembuh. Tapi saya tahu, ini hanya episode jeda periode demam saja yang menipu.

Setelah subuhan, saya segera sarapan sebanyak yang saya mampu dan minum air sebanyak saya sanggup. Packing semua barang saya, dan saya pun berjalan meninggalkan kamp diiringi 3 orang.

Salah satu rumah masyarakat di Dusun Tangairi, Sumba Barat. Tipe rupa beratap ilalang yang paling umum di perdesaan, di Sumba. (@Hanom Bashari)
Salah satu rumah masyarakat di Dusun Tangairi, Sumba Barat. Tipe rupa beratap ilalang yang paling umum di perdesaan, di Sumba. (@Hanom Bashari)

Sekitar setengah jam, kami sampai di Dusun Tangairi, orang-orang sudah menunggu. Saya duduk di salah satu teras rumah kayu. Kuda abu-abu agak besar terlihat dituntun mendekat.

Ya, inilah sebenarnya inti yang ingin saya ceritakan. Inilah pertama kali saya melakukan perjalanan dengan menunggangi kuda.

Baca juga: Naik Pesawat Rasa Bus, Kami Mengaku Salah

"Nanti saya yang antar sampai Lahona Pak" kata salah seorang dari mereka, lelaki setengah baya dengan belitan kain tenun ikat khas Sumba di pinggangnya, serta terselip parang Sumba yang tipis dan bergagang bahan tanduk nan indah.

Seseorang kemudian melapisi punggung kuda dengan selembar kain yang sepertinya bekas selimut. Dalam banyangan saya tadinya, saya mungkin akan tampil keren, berkuda layaknya koboi, di tengah-tengah padang ilalang. Tapi hal itu ternyata tidak terjadi.

Saya menaiki kuda dengan hati-hati dari panggung rumah yang agak tinggi. Tas diserahkan ke penuntun saya. Kalau di film-film, penunggang kuda memegang tali kekang, tapi saya perhatikan, mana tali kekang yang harus saya pegang?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun