"Sudah cepat check-in semua. Yang penting nanti saat take-off dan landing, bagaimana pun caranya, semua harus duduk, tidak boleh ada yang berdiri".
"Baik Pak. Makasih banyak Pak", balas kami.
Kami bingung bercampur senang, kemudian segera check-in sambil diperhatikan oleh sang pilot. Mungkin dia ingin memastikan kami semua boleh check-in dan boarding. Selesai boarding semua, kami tak lupa juga berterimakasih kepada ibu penjual tiket kemarin, yang secara khusus melayani check-in kami tadi.
Saat itu untuk penerbangan Merpati di Saumlaki dengan Casa C-212 ini (entah di tempat lain, saya belum pernah mengalami) tidak ada nomor kursi di boarding-pass . Jadi 21 kursi di dalam pesawat akan diperebutkan, siapa cepat dia dapat. Kami pun berbisik-bisik.
"Kita cepat aja masuk ke dalam pesawat, kan tidak ada nomor kursi. Tidak ada yang tahu siapa yang sebenarnya penumpang ilegal".
"Iya benar, kita juga kan punya tiket dan membayar".
Kami setengah tertawa dan berjalan cepat ke arah pintu pesawat, melampaui beberapa penumpang lain. Kami berlima ini adalah empat orang anggota tim dan satu orang lagi adalah bapak kaya, kepala desa tempat kami menginap itu.
Baca juga: Kole-kole, Pelintas Rutin Larat-Lelingluan
Sesampainya di dalam pesawat, niat buruk kami untuk cepat mengambil kursi, duduk, dan pura-pura tidak tahu pun akhirnya luluh. Kami merasa, kamilah yang salah, kami yang tidak dapat tiket, maka kami yang tidak boleh duduk. Maka diputuskanlah, bapak kaya duduk, dan satu kursi lagi nanti kami akan bergantian.
Setengah tidak percaya, orang-orang pun memandangi kami, tapi tidak ada yang bersuara. Ada tiga penumpang tidak dapat kursi, sedangkan pintu pesawat sudah ditutup. Kami juga pasang muka cuek.
Pak pilot N kembali nongol dari kabin pilot dan berbicara ke kami semua.