Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Terpesona saat Mengunjungi Cagar Budaya Megalitik Pokekea

22 Desember 2021   16:52 Diperbarui: 23 Desember 2021   03:34 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kejauhan saya segera tertarik sesuatu di atas kepala arca ini. Bertengger seekor burung yang saya kenal, ala-alap sapi atau Falco moluccensis, sejenis burung pemangsa kecil yang tersebar luas di Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, sampai ke Jawa sana.

Walaupun menurut BPCB Gorontalo, di situs ini terdapat 11 kalamba dan 2 tutup kalamba, 2 arca, dan belasan tinggalan megalitik lainnya, namun hanya beberapa yang terlihat oleh saya. Entahlah yang lain ada di mana.

Benda yang menarik bagi saya juga adalah, sebuah lempeng batu bergurat dan berlubang-lubang kecil. Mungkin ini yang disebut batu dakon, atau alat yang diperkirakan berfungsi sebagai alat menghitung hari atau sistem penanggalan atau mungkin juga sebagai alat pemujaan.

Salah satu batu dakon dengan lubang-lubang yang tampak tak beraturan, dalam area Situs Megalitik  Tadulako di Lembah Behoa, Sulawesi Tengah. (@Hanom Bashari)
Salah satu batu dakon dengan lubang-lubang yang tampak tak beraturan, dalam area Situs Megalitik  Tadulako di Lembah Behoa, Sulawesi Tengah. (@Hanom Bashari)

Baca juga: Berjumpa Loga di Bada

Dalam Alang-Alang

Langit makin membiru, tentu cuaca juga makin memanas. Sebelum kembali ke penginapan di Doda, Arnol mengajak saya ke dua buah situs lain.

Sembari dalam perjalanan, Arnol sedikit protes kepada saya.

"Ini Lembah Behoa pak, bukan Besoa", tegasnya ketika saya salah bicara.

"Tapi saya banyak mendengar dan membaca orang menyebut sebagai Besoa", tangkis saya.

"Ya, saya tidak tahu kenapa, tapi kami di sini, menyebut lembah ini sebagai Behoa, bukan Besoa".

Baiklah, kata saya dalam hati. Kita memang patut menghormati istilah-istilah setempat, sambil berharap saya tidak salah bicara lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun