Pukul empat lewat, kami menuju dermaga. Kapal tadi pagi telah menunggu di dermaga. Air danau sedikit naik, ditandai dengan makin meluasnya area yang tergenang di sekitar dermaga. Sementara itu, beberapa anak muda sibuk dengan kapal-kapal kecil mereka pinggir danau.
Hampir setengah lima, kapal akhirnya bergerak dari dermaga Olu menuju Tomado. Angin bertiup kencang. Air danau sore ini tampak kecoklatan, cukup berombak, kontras dengan suasana pagi tadi yang tenang dan membiru. Beberapa burung elang bondol tampak di kejauhan berburu ikan di tengah danau.
"Di mana outlet danau ini?", tanya saya.
"Itu" hampir serentak Pak Kamal dan Pak Jabir menunjuk salah satu pojok di bagian utara danau. "Sungai Rawa, anak Sungai Palu dan akan bermuara sampai di Teluk Palu", tambah Pak Kamal.
Kapal melaju sama santainya seperti pagi tadi, sekitar 6 kilometer per jam. Hujan setengah lebat tiba-tiba turun ketika saya duduk asyik di muka kapal menikmati sore di danau ini. Sedikit basah, akhirnya saya pindah ke bagian tengah kapal. Deo tetap membaringkan diri di salah satu sisi kapal seperti tadi pagi.
Langit agak menggelap mendung, walau matahari masih bersinar terang di sisi barat. Tak berapa lama, muncullah pelangi yang selalu mempesona di arah timur danau. Hujan sepertinya tidak merata, karena pelangi hanya muncul sepotong. Sepotong keindahan, cukuplah melengkapi sore kami ini.
Hujan rintik pun berhenti tak lama. Danau sedikit menenang, matahari makin meredup. Pelangi tidak sempurna tadi tak lama ikut menghilang. Saya sendiri masih gelisah karena masih belum menunaikan sholat Asar.
Dermaga Tomado telah tampak di kejauhan. Di sisi kiri, tampak Pulau Bolaa tempat makam tua Maradindo, yang diperkirakan berumur 500 tahun. Salah satu cagar budaya di dataran Lindu ini.
Baca juga: Ke Bada Lagi, Berjumpa Arca-Arca Megalitik Nan Misterius