Danau ini digolongkan sebagai danau tektonik atau terbentuk akibat pergerakan lempeng kulit bumi. Tak heran, karena danau ini sendiri berada di wilayah sesar Palu-Koro yang membelah Sulawesi bagian tengah.
---
Hampir satu jam perjalanan, akhirnya kami tiba di dermaga Pelabuhan Desa Olu. Jarak dari Tomado ke Olu sekitar 6 kilometer, menurut GPS yang saya bawa.
Jembatan dermaga beton tampak memanjang dari kejauhan, namun ternyata kapal justru merapat di dermaga kayu, tepat di sebelah dermaga beton tersebut.
"Dermaga rusak akibat gempa 2018 lalu. Lihat, ada bagian yang patah di tengah dermaga", jelas Edo kepada saya.
Di dermaga, kami telah ditunggu oleh Pak Jabir, penduduk Olu yang akan mengantar kami ke lokasi-lokasi penanaman oleh kelompok di Desa, yang bekerja sama dengan Balai TN Lore Lindu.
Dari dermaga, saya dibonceng motor oleh Edo, melintasi sedikit jalanan yang tergenang air danau, sampai akhirnya sampai dan melewati jalan beton selebar sekitar satu meter menuju pusat desa. Kami melintasi persawahan masyarakat yang mulai menguning dan perahu-perahu kecil para nelayan danau yang terparkir di kanan kiri jalan.
Menurut Edo, persawahan ini umumnya milik warga Tomado. Warga Desa Olu yang umumnya pendatang lebih banyak bertani coklat dan hasil bumi lainnya.
---
Menjelang sore, tugas kami di Olu telah selesai. Saya, Kamaluddin, dan teman-teman lain dari taman nasional, singgah sebentar di rumah Pak Jabir, menengok usaha budidaya lebah madu milik kelompok. Sayang, belum ada hasil yang bisa kami beli.
Setelahnya, kami menyempatkan pula singgah di rumah Pak Kades, ngobrol santai, membicarakan isu terkait taman nasional, mencicipi seduhan kopi khas Lindu dari Ibu Kades, dan tak lupa membeli biji kopi yang telah disangrai sebagai oleh-oleh.