Suatu kali, saya bersama teman saya akan kembali ke Talaud setelah menyelesaikan beberapa kegiatan di Manado. Sehari sebelumnya kami telah membeli tiket. Sebelum waktu keberangkatan, tentu kami sudah tiba di pelabuhan, mencari kapal yang kami beli tiket-nya, kemudian menyewa kamar ABK sehingga mendapatkan tempat yang cukup nyaman dan aman dari segi privasi.
Dek di kelas ekonomi sesungguhnya juga cukup baik, karena tetap mendapat ranjang dan kasur yang layak. Namun karena beberapa bawaan kami cukup banyak dan beragam, lebih mudah dan aman berada dalam sebuah kamar untuk disimpan.
Pelabuhan Manado berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi yang terhampar tanpa halangan. Hal ini sepertinya menjadi sebab, setiap kapal yang akan masuk atau keluar pelabuhan ini akan mengalami goncangan gelombang yang luar biasa. Apalagi  jika lagi bertiup angin musim barat ditambah pasang purnama.
Berdasarkan gejala yang umum ini, maka setiap akan berangkat ke Talaud (atau ke Sangihe), saya akan memilih untuk wudhu terlebih dahulu sebelum kapal berangkat dan mempertahankan wudhu saya sampai masuk waktu maghrib sehingga saya tidak perlu merangkak-rangkak untuk mengambil air wudhu saat kapal oleng tidak stabil.
Nah, waktu itu kapal ke Talaud berangkat sekitar pukul lima sore. Saya sudah langsung berbaring di dipan kasur saya, namun teman saya masih lebih suka duduk. Begitu kapal melaju dan keluar dari area pelabuhan, mulailah guncangan terasa dan lambat laut makin kencang.
Secara standar dari kantor kami, kami memang disediakan jaket pelampung. Saya pun segera memakainya. Goncangan semakin kencang, namun teman saya tampak ragu, mau pakai jaket pelampung atau tidak. Memang sih, saya kenal dia jago berenang. Akhirnya dia bicara.
"Agak malu sih pakai pelampung ini".
"Kenapa?" tanya saya.
"Bukannya takut tenggelam, tapi malu sama Tuhan" katanya.
Saya terdiam, apa maksudnya. "Torang (kita) selalu berdoa setiap waktu untuk minta keselamatan sama Tuhan, tapi torang masih bergantung pada benda ini. Tapi memang kita (saya) masih tako juga kalo ombak sebesar ini" terangnya sambil setengah tertawa. Betul juga, pikir saya. Tapi bagi saya, ini bagian dari ikhtiar untuk selamat.