Mohon tunggu...
Hana Novia Keysa Saharani
Hana Novia Keysa Saharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jalan Panjang Perempuan dalam Ruang Politik

9 Desember 2024   20:45 Diperbarui: 9 Desember 2024   20:45 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perempuan di Indonesia telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan tempat yang setara dalam ruang politik. Kehadiran perempuan di dunia politik tidak hanya memperkaya perspektif dalam pengambilan keputusan, tetapi juga mendorong lahirnya kebijakan yang lebih inklusif. Namun, hingga kini, berbagai tantangan masih menghambat langkah perempuan untuk berpartisipasi aktif di arena politik, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Kuota 30% bagi perempuan dalam pencalonan legislatif adalah salah satu bentuk pengakuan formal terhadap pentingnya keterwakilan perempuan. Kebijakan ini merupakan upaya awal untuk mengatasi ketimpangan gender dalam politik yang sudah mengakar sejak lama. Sayangnya, implementasi kuota ini masih sering kali hanya menjadi formalitas. Banyak partai politik menempatkan perempuan di nomor urut tidak strategis atau daerah pemilihan yang sulit dimenangkan, sehingga peluang mereka untuk terpilih sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kuota saja tidak cukup tanpa adanya komitmen nyata untuk mendukung perempuan secara penuh.

Selain tantangan struktural, perempuan juga harus menghadapi hambatan budaya yang tak kalah beratnya. Budaya patriarkal di Indonesia masih memandang laki-laki sebagai sosok yang lebih layak untuk memimpin, sementara perempuan dianggap kurang kompeten atau hanya cocok untuk menjalankan peran domestik. Stigma ini sering kali mengurangi dukungan masyarakat terhadap perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin politik. Banyak calon perempuan yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan dukungan pendanaan politik, jaringan, atau pelatihan kampanye, sehingga mereka sulit bersaing secara adil dengan rekan laki-laki.

Namun, meskipun banyak tantangan, kontribusi perempuan dalam politik tidak dapat diabaikan. Ketika perempuan memiliki akses ke ruang politik, mereka sering kali membawa perspektif baru yang lebih inklusif. Perempuan cenderung lebih peka terhadap isu-isu seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan keluarga, dan hak-hak anak. Hal ini terlihat dalam berbagai kebijakan yang diusulkan oleh politisi perempuan di seluruh dunia, yang umumnya lebih menekankan pada keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Surabaya, misalnya, adalah salah satu kota yang memiliki sejarah keberhasilan politisi perempuan. Nama Tri Rismaharini tentu sudah tidak asing lagi. Selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, Risma berhasil membawa perubahan signifikan di berbagai sektor, seperti infrastruktur, pendidikan, dan pengelolaan lingkungan. Program-program inovatif yang diusungnya, seperti pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan pengembangan ruang publik yang inklusif, telah menjadi contoh nyata bagaimana perempuan dapat memberikan kontribusi besar dalam pemerintahan.

Keberhasilan Risma menunjukkan bahwa ketika perempuan diberikan kesempatan yang setara, mereka mampu membuktikan kompetensinya dan bahkan melampaui ekspektasi. Namun, keberhasilan ini belum cukup untuk mengubah struktur politik secara keseluruhan. Masih banyak perempuan berbakat yang kesulitan mendapatkan akses dan dukungan yang memadai untuk terjun ke dunia politik. Oleh karena itu, diperlukan perubahan yang lebih mendalam untuk menciptakan ekosistem politik yang inklusif dan mendukung perempuan.

Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah memperkuat pengawasan terhadap implementasi kuota 30%. Kebijakan kuota tidak hanya harus dipenuhi secara angka, tetapi juga harus memastikan bahwa perempuan ditempatkan di posisi strategis dengan peluang nyata untuk terpilih. Partai politik harus memikul tanggung jawab untuk mendukung perempuan secara penuh, termasuk memberikan akses yang setara ke pendanaan kampanye, pelatihan, dan jaringan politik.

Selain itu, pendidikan politik bagi perempuan harus menjadi prioritas. Partai politik dapat menyediakan program pelatihan yang dirancang khusus untuk perempuan, mencakup strategi kampanye, kepemimpinan, dan pengelolaan dana politik. Upaya ini tidak hanya membantu meningkatkan kapasitas perempuan, tetapi juga memperkuat kepercayaan diri mereka untuk bersaing di dunia politik yang kompetitif.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung keterlibatan perempuan dalam politik. Kampanye publik yang menyoroti keberhasilan politisi perempuan dapat membantu mengubah pola pikir masyarakat dan menghilangkan stigma negatif. Media massa dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan cerita sukses ini dan membangun narasi positif tentang peran perempuan dalam pemerintahan. Dengan cara ini, generasi muda dapat terinspirasi untuk mendukung perempuan dalam politik dan bahkan mempertimbangkan untuk terjun ke dunia politik di masa depan.

Isu akses pendanaan kampanye juga tidak kalah pentingnya. Biaya politik yang tinggi sering kali menjadi penghalang utama bagi perempuan yang ingin maju. Partai politik harus menciptakan sistem pendanaan yang lebih adil, sehingga perempuan memiliki peluang yang sama untuk menjalankan kampanye. Selain itu, diperlukan kebijakan yang mendukung transparansi dan akuntabilitas pendanaan politik untuk memastikan bahwa perempuan tidak terpinggirkan dalam kompetisi yang sering kali didominasi oleh uang.

Di tingkat lokal, politisi perempuan telah membuktikan bahwa mereka mampu memimpin dengan baik dan membawa perubahan positif. Dalam konteks Surabaya, misalnya, keberhasilan beberapa perempuan dalam memimpin program pembangunan menunjukkan potensi besar yang dapat digali. Namun, keberhasilan ini masih bersifat sporadis dan belum cukup untuk menciptakan perubahan struktural yang lebih luas.

Untuk memastikan bahwa lebih banyak perempuan mampu mengikuti jejak mereka, perlu ada upaya sistematis untuk memperluas akses perempuan ke pendidikan politik dan jejaring sosial yang mendukung. Partai politik dapat berperan sebagai katalisator dengan memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan. Selain itu, masyarakat juga harus didorong untuk melihat perempuan sebagai pemimpin yang kompeten, bukan hanya sebagai pelengkap dalam struktur politik.

Kesimpulannya, jalan panjang perempuan dalam ruang politik adalah perjuangan melawan berbagai hambatan struktural dan budaya. Kebijakan kuota 30% adalah langkah awal yang penting, tetapi keberhasilan sejati bergantung pada perubahan yang lebih mendalam dalam struktur politik dan budaya masyarakat. Dengan pendidikan politik yang inklusif, akses pendanaan yang adil, dan dukungan masyarakat, perempuan dapat menjadi penggerak utama dalam menciptakan demokrasi yang lebih inklusif dan adil.

Perempuan bukan hanya simbol perubahan; mereka adalah motor penggerak yang mampu membawa kebijakan yang lebih inklusif dan mewakili kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Masa depan politik Indonesia akan semakin inklusif jika perempuan mendapatkan tempat yang layak di ruang pengambilan keputusan. Dengan kerja sama dari semua pihak, bukan hal yang mustahil bagi perempuan untuk semakin mendominasi dunia politik, baik di Surabaya maupun di seluruh Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun