Mohon tunggu...
Hanarita Kirey
Hanarita Kirey Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya mahasiswa Universitas Airlangga program studi Kedokteran Gigi.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film 'Ipar Adalah Maut'

21 Juni 2024   11:13 Diperbarui: 21 Juni 2024   11:36 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

"Ipar Adalah Maut," film terbaru yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan ditulis oleh Oka Aurora, menyoroti kompleksitas dinamika keluarga melalui kisah Nisa, Aris, dan Rani. Film ini, yang dirilis pada 13 Juni 2024, menghadirkan narasi yang lambat dalam membangun konfliknya, berbeda dengan tren sinema modern yang cenderung mempercepat pengembangan plot demi menarik perhatian penonton. Keputusan ini menunjukkan kematangan dalam storytelling yang jarang ditemui dalam produksi film kontemporer.

Film ini terinspirasi dari kisah nyata yang viral di media sosial, tepatnya di TikTok, yang dibagikan oleh konten kreator Elizasifaa. Adaptasi kisah nyata ini memberikan kedalaman tambahan pada cerita, mengingatkan penonton bahwa konflik yang disajikan bukan sekadar fiksi, tetapi mencerminkan realitas sosial yang sering kali tersembunyi di balik pintu tertutup.

Penceritaan "Ipar Adalah Maut" dimulai dengan pengenalan karakter-karakter utama yang secara bertahap dikembangkan hingga penonton merasa terhubung dan mengerti motivasi serta latar belakang mereka. Aris, yang awalnya digambarkan sebagai suami ideal yang saleh, perlahan menunjukkan sisi gelapnya ketika ia mulai tergoda oleh Rani, adik iparnya. Rani, yang pada awalnya tampak segan dan pemalu, juga lambat laun terbawa dalam pusaran nafsu yang sama. Pengembangan karakter yang cermat ini menunjukkan keahlian Hanung dalam membangun narasi yang kredibel dan memikat.

Pentingnya penceritaan yang lambat dalam film ini adalah untuk memberikan ruang bagi pengembangan karakter yang mendalam. Penonton tidak hanya melihat tindakan Aris dan Rani, tetapi juga memahami proses psikologis yang membawa mereka ke titik kehancuran moral. Ini adalah pendekatan yang jarang ditemui dalam film bergenre serupa, di mana sering kali karakterisasi dikorbankan demi kecepatan alur.

Keputusan Hanung untuk tidak segera memperlihatkan konflik utama namun memilih untuk membangun ketegangan secara perlahan adalah salah satu aspek paling menonjol dari film ini. Dengan cara ini, penonton diajak untuk mengalami eskalasi emosi bersama karakter, menciptakan perasaan intens dan terlibat secara emosional. Pendekatan ini juga memungkinkan penonton untuk melihat bagaimana lingkungan dan situasi seolah mendukung terjadinya perselingkuhan, sebuah fenomena yang dapat kita analogikan dengan konsep "semesta mendukung" dalam teori chaos.

Hanung dengan cerdik menggunakan rangkaian adegan yang tampak klise namun efektif dalam memancing emosi penonton. Kesengajaan dalam penempatan kebetulan-kebetulan yang mengarahkan pada perselingkuhan bukan hanya menciptakan ketegangan, tetapi juga menyajikan humor dan ironi yang memancing berbagai reaksi emosional. Dengan demikian, penonton dibuat merasa marah, terkejut, dan bahkan tertawa dalam rentang waktu yang sama.

Performa aktor dalam film ini adalah salah satu faktor utama yang membuat narasi terasa hidup dan meyakinkan. Deva Mahenra dan Davina Karamoy berhasil memerankan karakter red flag dengan sangat baik, membuat penonton merasa gemas dan marah pada waktu yang bersamaan. Michelle Ziudith juga memberikan penampilan luar biasa sebagai istri yang terzalimi, menunjukkan rentang emosi yang luas dari kebahagiaan hingga keputusasaan.

Penampilan Asri Welas dan Susilo Nugroho menambah lapisan komedi yang diintegrasikan dengan cermat ke dalam narasi utama. Komedi dalam film ini tidak terasa dipaksakan, tetapi muncul secara organik dari situasi yang ada. Adegan di lift, yang melibatkan Manoj Punjabi, menjadi salah satu momen yang tak terlupakan, menciptakan pengalaman sinematik yang menghibur sekaligus intens.

Namun demikian, meski pengembangan plot dan karakter terasa sangat memuaskan, beberapa penonton mungkin merasa bahwa konklusi film ini kurang memberikan resolusi yang kuat. Ini bisa jadi merupakan pilihan naratif yang disengaja untuk mencerminkan realitas hidup yang sering kali tidak menawarkan penutupan yang rapi dan memuaskan.

Secara keseluruhan, "Ipar Adalah Maut" adalah sebuah karya yang memadukan drama keluarga dengan sentuhan komedi dan ironi yang tepat. Penggarapan film yang teliti dan keputusan naratif yang berani membuatnya menjadi salah satu tontonan yang memikat di tahun 2024. Film ini tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga mengajak penonton untuk merenungkan kompleksitas hubungan manusia dan konsekuensi dari tindakan-tindakan yang diambil dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun