Sastra jika dipandang dari segi isi, maka dapat dikatakan sebagai bentuk karangan yang tidak mengandung fakta yang berarti hanya fiksi. Sastra adalah segala jenis karangan yang berisi dunia khayalan manusia. Sastra merupakan hasil kreativitas manusia yang mengandung unsur estetis dan unsur kehidupan (Mustaqim, dkk, 2019). Dalam hal ini, sastra kemudian diimajinasikan dan dibuat menjadi sebuah karya agar dapat dinikmati oleh banyak orang. Karya sastra dapat menjadi media untuk mnegungkapkan kreativitas yang ada di dalam diri manusia dengan menunjukkan jati diri serta pandangannya terhadap masalah-masalah yang ada di sekitar lingkungannya.Â
Menurut Isnendes (2010:10) yaitu karya sastra sebagai proses kreatif yang tiada lain ekspresi pengarang dalam menorehkan karyannya melalui medium bahasa, baik lisan maupun tulisan. Unsur keindahan dalam naskah drama merupakan salah satu imajinasi dari kehidupan manusia. Dari naskah drama yang baik maka, pembaca maupun penonton mampu menilai, menghargai suatu drama yang dipentaskan. Naskah drama yang kali ini akan diapresiasi yakni naskah drama "1 & 3".
Naskah drama "1 & 3" ini kemudian dihadirkan menjadi sebuah pergelaran sastra yang menarik perhatian banyak orang. Naskah drama "1 & 3" dapat dibaca dengan "Siji & Telu". Pergelaran sastra "Siji & Telu" merupakan hasil kerja keras dari mahasiswa semester 4 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas DIK 4C. Pada tanggal 24 Mei 2023 telah diadakan pergelaran sastra drama "Siji & Telu" yang dilaksanakan di Gedung Amphiteater UPI. Pergelaran drama "Siji & Telu" dibagi menjadi 2 sesi yakni pada pukul 13.00 dan 19.00 WIB. Pergelaran "Siji & Telu" merupakan alih wahana dari puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono.
Bagi saya sebagai penonton, drama "Siji & Telu" memberikan pengetahuan baru dalam hal kepercayaan pada suatu daerah. Drama ini berhasil menarik perhatian saya dari segala aspek yang ditampilkan. Ketertarikan ini kemudian menimbulkan perasaan untuk melihat lebih jauh bagaimana naskah drama ini berhasil menyuguhkan kisah yang membekas untuk saya.Â
Naskah drama "Siji & Telu" menampilkan pengadaian apabila pasangan yang saling mencintai merupakan anak pertama dan anak ketiga. Naskah ini menyampaikan dampak dari mengabaikan titah orang tua dan keluarga yang dengan berani mengandalkan kepercayaan antar satu sama lain. Adat yang sudah ada sejak turun temurun bisa menjadi penyebab gagalnya pasanngan yang saling mencintai. Dibalik tidak patuhnya pasangan ini, saya menemukan titik yang membuat saya tersentuh bahwa dari rasa percaya yang kuat satu sama lain dapat menghasilkan cinta yang luar biasa hebat. Hal ini membuat saya sadar bahwa titik-titik langkah yang akan kita ambil untuk meneruskan hidup haruslah diiringi dengan restu orang tua.
"Siji & Telu" mengangkat tema tentang kepercayaan suku Jawa bahwa seorang anak pertama tidak boleh menjalin hubungan bahkan menikah dengan anak ketiga. Diceritakan bahwa tokoh utama yakni Bima Setiadi dan Diajeng Sekar Ayu atau yang sering dipanggil Ajeng merupakan sepasang kekasih yang baru saja menjalin hubungan. Bima merupakan seorang penulis terkenal yang mana buku-buku Bima telah banyak dibaca oleh Ajeng. Sedangkan Ajeng merupakan anak dari keluarga Jawa yang mana Eyang Ajeng sangat menganut kental yang namanya adat istiadat. Â
Bima memiliki niat baik untuk menikahi Ajeng dan ia sudah melamar Ajeng terlebih dahulu. Ajeng yang amat gembira atas lamaran Bima akhirnya memberitahukan kepada keluarganya bahwa ia telah dilamar oleh seorang laki-laki. Eyang Ajeng yang mengetahui kabar tersebut akhirnya meminta kepada Ajeng untuk membawa Bima kerumah beserta keluarganya untuk menyampaikan niat baik tersebut.
Ketika keluarga Bima sudah berada dirumah Ajeng, mereka berbincang-bincang. Konflik muncul ketika sedang berbincang, seorang anak perempuan keluar dari toilet dan menuju untuk menghampiri Ibunya. Ia adalah Bintari yang merupakan adik Bima. Bintari merupakan anak kedua di keluarganya. Hal ini membuat Eyang terkejut. Keterkejutan ini berlanjut ketika Eyang mengatakan "Lha, jadi nak Bima ini anak pertama? (dengan nada terkejut)". Bima merupakan anak pertama di keluarganya sedangkan Ajeng merupakan anak ketiga.Â
Hal ini membuat Eyang dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak merestui hubungan Bima dan Ajeng. Di dalam naskah drama ketegasan akan ucapan Eyang tersebut disampaikan melalu dialognya yakni "(nada suara membentak dan kentara ada kekhawatiran di dalamnya) Yo jelas masalah, Jeng! Kenapa kamu tidak memberitahuku ini sejak awal?! Tidak! Tidak!Â
Saya tidak mau menanggung risiko, saya tidak mau cucu saya kenapa-kenapa! Batalkan niat kamu! (Menunjuk Bima)". Bima dan Ajeng jelas terkejut dan tidak terima akan hal tersebut. Keluarga menjelaskan bahwa mereka memegang teguh perintah adat untuk tidak melaksanakan pernikahan Jilu. Pernikahan Jilu merupakan pernikahan antara anak pertama dan anak ketiga. Pernikahan ini dilarang karena menurut leluhur hanya akan membawa petaka dan penderitaan bagi pasangan tersebut.
Konflik berkembang ketika Bima dan Ajeng tetap tidak setuju akan hal tersebut, karena menurut Bima cintanya tidak bisa diakhiri begitu saja hanya karena sebuah mitos. Bagaimana akhirnya kelak itu merupakan takdir Tuhan bukan karena sebuah mitos. Dalam dialognya, Bima berusaha untuk meyakinkan Ajeng "Aku tahu ini tak akan mudah, tetapi setidaknya kita bisa perjuangkan terlebih dahulu apa yang kita inginkan. Sebelum menghubungimu, aku juga sudah berbicara dengan Ibunda. Jawabannya pun sama, beliau menentang kita dengan alasan yang membuat hatiku sakit.