Tahun ini, Budayawan Ahmad Tohari berusia 75 Tahun.Di masa senjanya, penulis novel 'Ronggeng Duhuh Paruk' (1982) ini masih membaca surat kabar. Tiap hari, Kang Tohari, begitu namanya disapa masih membaca dua koran. Koran apa yang dibaca?
TANGGAL 13 Juni 2023 ini, sastrawan dan budayawan Ahmad Tohari genap berusia 75 tahun. Usia yang terbilang lanjut bagi rata-rata orang Indonesia. Banyak pengharapan dan doa tersemat, semoga beliau panjang umur, sehat selalu dan terus berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Sampai saat ini, beliau masih kerap hadir mengisi acara bedah buku, mengisi diskusi ataupun seminar, maupun mengisi orasi budaya serta ceramah.Â
"Saya sudah agak sering lupa," kata Kang Tohari saat saya bertamu di rumahnya, Sabtu (17/6) siang.
Meski demikian, ingatan lama Kang Tohari masih tetap kuat terjaga. Misalnya saat berbicara tentang proses melahirkan novel fenomenal Ronggeng Dukuh Paruk.
"Alhamdulillah, saya dikabari dari penerbit sudah 20 kali cetak ulang," kata bapak berputra lima ini.
Selain masih tajam dan detil mengisahkan proses melahirkan karya-karyanya, Kang Tohari juga fasih bicara kondisi situasi sosial dan politik hari ini. Misalnya peristiwa politik menjelang Pemilu 2024 dan kehidupan kemasyarakatan di tengah digitalisasi. Hal tersebut diakuinya diperoleh dari informasi yang diserapnya dari membaca koran.
"Saya berterima kasih pada almarhum bapak saya, karena sudah berlangganan koran Duta Masyarakat di tahun 1950an," kata Kang Tohari. Koran berafiliasi organisasi kemasyarakatan Nahdhlatul Ulama (NU) itu yang menurutnya dibaca kali pertama saat dirinya berusia sekolah dasar.
"Hingga hari ini saya masih membaca dua koran," tambahnya.
Benar saja, sejumlah koran terlihat tersebar di ruang tamu. Bertumpuk di bawah meja tamu maupun berada di atas meja dengan tanda bekas di baca. Membaca koran menurutnya memberikan manfaat, yakni menjadikan wawasannya terus mengikuti perkembangan zaman (update). Lalu koran apa yang dibacanya?
"Saya membaca koran Suara Merdeka dan Kompas. Dimulai sekitar jam 07.00 pagi," kata Kang Tohari. Untuk membaca kedua koran tersebut, dibutuhkan waktu rata-rata satu setengah jam atau 90 menit. Diakuinya, aktivitas membaca tersebut tidak sekedar membaca, namun bagi mantan redaktur ini membaca koran juga mengasah intuisinya untuk tetap teliti. Terutama bila ada kesalahan tulis.
"Saya kadang komplain ke redakturnya karena sering terdapat kesalahan tulis. Misalnya kata paramiliter seharusnya kata para deengan militer itu disambung, bukan dipisah," kata Tohari mencontohkan.
Selain membaca kedua koran tersebut, Kang Tohari juga masih aktif memimpin penerbitan majalah berbahasa Banyumasan yakni Majalah Ancas. Ancas majalah bulanan ini sudah berusia 12 tahun, dan menjadi majalah berbahasa daerah yang terus eksis menjaga kelestarian bahasa Banyumasan. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI