Penolakan terhadap wacana penundaan Pemilu 2024 yang akan berpotensi terjadinya perpanjangan masa jabatan presiden minimal bagi saya ada tiga alasan:
1. Melanggar konstitusiÂ
Dalam Pasal 7 UUD 1945 disebutkan"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."Â
Dalam Pasal 22E UUD 1945 disebutkan:
(1). Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2). Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dari pasal di atas diketahui, bahwa penundaan pemilu jelas tidak sesuai konstitusi. Dengan demikian, berarti merampas hak rakyat untuk memilih presiden/wapres, DPD, dan anggota legislatif. Bila ingin ditunda, tentu perlu produk hukum yang menjadi dasar penundaan tersebut.
2. Meninggalkan semangat reformasi dan menandai mundurnya proses demokrasi di Indonesia
Reformasi 1998 dilakukan untuk merombak tatanan bernegara, dengan melengserkan presiden Soeharto yang menjabat tanpa pembatasan masa jabatan presiden. Salah satu hasil dari reformasi adalah pembatasan masa jabatan presiden melalui amandemen UUD 1945 seperti disebutkan di atas.Â
Wacana penundaan Pemilu 2024 seolah akan membawa demokrasi Indonesia ke masa lalu. Dalam hal ini, para elite politik yang pro penundaan seolah berpikir pendek. Khususnya dikaitkan dengan kaderisasi calon presiden yang akan berkompetisi di Pemilu 2024 mendatang. Dimungkinkan, partai-partai merasa belum memiliki kandidat yang siap dan sanggup berkompetisi diusung dalam Pilpres 2024 mendatang.
3. Berpotensi memunculkan konflik dan arogansi
Potensi yang memungkinkan adalah timbulnya gesekan atau konflik sosial di akar rumput. Dengan penundaan pemilu, otomatis akan terjadi perpanjangan masa jabatan presiden/wapres, anggpta DPD, dan legislatif tanpa melalui pemilu.
Hal ini, tentu meniadakan fungsi atau tujuan utama dari pemilu itu sendiri sebagai sarana rakyat memberikan 'punishment and reward' bagi parpol/wakil rakyat.
Bisa dimungkinkan terjadinya arogansi dari mereka yang mendapat jatah diperpanjang secara otomatis dari penundaan pemilu. Seperti yang saya tulis di artikel Kompasiana berjudul 'Penundaan Pemilu dan Ancaman Matinya Demokrasi'.