Mohon tunggu...
Hanan Wiyoko
Hanan Wiyoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya menulis maka saya ada

Suka membaca dan menulis, bergiat di literasi digital dan politik, tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencontoh Toleransi Nyepi dari Klinting Banyumas

14 Maret 2021   06:01 Diperbarui: 14 Maret 2021   13:12 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nyepi. Tribunnews.com

Toleransi Beragama Hindu dan Islam di dusun terpencil di Desa Klinting, Somagede, Banyumas bisa diteladani. Berpuluh tahun, ibadah Nyepi berjalan khidmat. Saling menghormati menjadi kunci. 

PENGANUT agama Hindu di Banyumas secara berkelompok hidup di sebuah dusun terpencil. Berada di perbukitan di Grumbul Wanasara, Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas. Di desa tersebut, Hindu merupakan kelompok minoritas. Jumlahnya sekitar 60 kepala keluarga (data 2009 dikutip antarajateng.com). Sedangkan mayoritas beragama Islam.

Sentra upacara keagamaan Hindu diadakan di Pura Pedalaman Giri Kendeng, grumbul setempat. Lokasi pura satu-satunya ini berada di tepi jalan. Hubungan sosial dan keagamaan antar umat beragama di dusun tersebut tidak ada gesekan. Saling menghormati. Komunitas Hindu di desa ini merupakan yang terbesar di Banyumas.

"Perayaan nyepi di dusun Wanasara berlangsung khidmat. Meski kami minoritas namun saling menghormati," kata Minoto Darmo, penganut Hindu yang menjadi perangkat desa setempat.

Dibanding suasana di Bali, situasi nyepi di Dusun Wanasara jelas berbeda. Penganut Hindu memaklumi misal masih ada sepeda motor lalu lalang, maupun situasi yang berlangsung seperti biasa. Perayaan nyepi hanya dilakukan di rumah-rumah penganut Hindu. Mereka memahami situasi ini. Begitu juga penganut Islam, mereka memberi kebebasan kepada pemeluk Hindu beribadah dengan leluasa.

Akulturasi Hindu-Jawa

Potret kerukunan beragama dalam perayaan Nyepi tergambar dalam acara pawai ogoh-ogoh. Pawai ini dilakukan H-1 Nyepi. Seusai upacara tawur agung kasanga, diadakan pawai berkeliling desa. Peserta pawai melibatkan umat lintas agama serta masyarakat setempat. Situasi ini berlangsung turun-temurun dan berjalan kondusif.

Begitu juga saat umat Islam di Klinting merayakan hari raya. Misalnya Idul Adha. Relasi sosial yang terjalin bagus membuat jiwa solidaritas saling berbagi. Penganut Islam membagikan daging hewan kurban kepada komunitas Hindu. Relasi sosial dan religi antar umat beragama di desa tersebut terjalin mantap.

Keistimewaan penganut Hindu di Dusun Wanasara merupakan penduduk lokal. Bukan pendatang. Menurut Minoto Darmo, Hindu di Klinting masuk 1987. Awalnya, masyarakat setempat menganut kepercayaan Jawa, Wayah Kaki. Tokoh Wayah Kaki setempat, Ranameja kemudian belajar agama Hindu di Bali dan kembali ke Klinting untuk menyebarkan Hindu. Diakui Minoto, laku ibadah mereka memiliki keunikan dengan penganut Hindu di daerah lain. Yakni adanya akulturasi Hindu-Jawa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun