Anak milenial lebih kenal aplikasi game online dibanding sejarah daerah. Termasuk lebih kenal cerita-cerita karangan dari Walt Disney dan superhero dari Marvel. Padahal dari babad, anak-anak bisa mengetahui sejarah dan nilai kearifan lokal. Apakah babad tidak diminati?
MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'babad' mengandung dua pengertian. Makna keduanya hampir sama.Â
Makna pertama, babad berarti kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, sasak, dan Madura yang berisi peristiwa sejarah; kisah sejarah. Makna kedua, babad berarti riwayat; sejarah; tambo; hikayat. Contohnya babad tanah Jawa, babad Banyumas, dan lainnya.
Salah seorang penulis serial Babad Banyumas, NasSirun PurwOkartun mengatakan, banyak faktor kisah babad tidak diminati. Diantaranya babad ditulis dalam bahasa daerah yang sulit dibaca dan dipahami.Â
Misalpun dialih bahasakan, hal itu membutuhkan usaha serius dan keras. Kemudian, minimnya buku babad yang mudah diakses pembaca. Pada sisi lain, masih minimnya perhatian pemerintah terhadap gerakan literasi babad.
Saya sendiri berpendapat, butuh political will (kehendak politis) dari para pemangku kepentingan misalnya eksekutif dan legislatif daerah untuk melestarikan babad. Misalnya, komitmen memasukan kisah babad kedalam muatan lokal (mulok) daerah di bangku sekolah.
Menurut NasSirun, dengan mempelajari kisah daerah atau yang disebut babad tadi, diharapkan menjadi lebih mengenali identitas kebudayaan lokal dan lebih bersikap arif.Â
Sayangnya di era globalisasi ini, pengaruh budaya asing lebih mudah masuk. Infiltrasi budaya terjadi melalui media massa dan internet. Di satu sisi, penguatan identitas kedaerahan seperti literasi babad minim dukungan. Malah mempelajari budaya dan seni lokal dianggap tidak modern atau kampungan. Sungguh miris.
Saat bedah buku 'Babad Banyumas' karya terjemah dan diterbitkan oleh NasSirun PurwOkartun, pada 10Maret 2021 lalu, penulis asal Desa Mandirancan, Kebasen, Banyumas itu memaparkan perlunya cerita babad diajarkan ke generasi penerus. Serial buku Babad Banyumas baru di-launching 7 Maret 2021 di Pendopo Duplikat SiPanji, Banyumas. Dia menerjemahkan Babad Banyumas yang berbahasa Jawa karya Martadiredja dan Wiriaatmadja menjadi berbahasa Indonesia.
"Dari bangku TK misalnya diajarkan mewarnai tokoh-tokoh dalam cerita babad. Naik ke bangku SD, dikenalkan bacaan ringan. Saat SMP ditambah porsinya, hingga tingkat SMA dan kampus.Â
Selain bacaan juga diadakan kegiatan pendukung misalnya susur lokasi sejarah, dibentuknya komunitas, dan forum diskusi," kata NasSirun dalam acara bedah buku online yang diadakan Komunitas Cinta Baca Banyumas (KancaMas).
Langkah tersebut menurutnya tidak ringan. Butuh dukungan pemangku kepentingan. Dan ini menurutnya terus perlu diperjuangkan. Tanpa adanya dukungan, mengenalkan cerita babad seolah pilihan jalan sunyi.
Anggota DPRD Kabupaten Banyumas, Djadjat Sudradjat dalam bedah buku tersebut mengatakan, perlunya minat untuk menggali dan melestarikan cerita babad didukung. Anggota legislatif dari Partai Nasdem ini mengatakan, jangan sampai cerita tentang Indonesia, khususnya cerita daerah atau babad justru diteliti dan ditulis oleh orang asing.
"Menjadi keprihatinan bila yang tahu tentang Indonesia malah penulis dan peneliti luar negeri," ujarnya.
Tawaran Solusi
Di era digital saat ini, tawaran solusi untuk mengenalkan babad atau kisah sejarah lokal bisa terus dilakukan.Â
Melalui pembentukan komunitas dan penyebaran informasi melalui media sosial dan website. Bahkan ada yang usul, agar kisah babad turut dijadikan film animasi layaknya Upin-Ipin dan menjadi aplikasi game online.
Usulan tersebut bisa jadi terdengar unik. Namun memungkinkan dilakukan. Mengingat anak-anak zaman now lebih sering memegang gadget, ketimbang memegang buku.Â
Tidak kalah penting, orangtua juga perlu sedikit-sedikit mengetahui babad setempat sehingga bisa bersikap arif dan turut melestarikan. Bagi yang berminat mendapatkan buku Babad Banyumas karya NasSirun PurwOkartun bisa pesan menghubungi nomor 082138753334. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H