Memotivasi Anak Belajar Membaca Tartili. Mendorong generasi bebas buta Alquran di masa pandemi.
TAHUN 2020 lalu anak saya masuk kelas 1 sekolah dasar (SD). Usianya 7 (tujuh) tahun lebih kala itu. Namanya Malika Yasmin, biasa dipanggil Yasmin. Dia bersekolah di sekolah bernafaskan Islam, SD Al Irsyad 01 Purwokerto.
Kami sebagai orangtua berharap, dia memiliki bekal ilmu agama yang mumpuni. Juga berharap memiliki akhlak baik dengan harapan menjadi anak solekhah. Amin.
Situasi pandemi Covid-19 membuat aktivitas sekolah dilakukan jarak jauh. Dilakukan secara online. Beragam kegiatan dan tugas-tugas dilakukan dari rumah, dengan didampingi oleh orang tua. Misalnya, kegiatan hafalan doa dan suratan pendek, latihan membaca alquran dengan metode tartili, dan tugas sekolah yang lain.
Belajar Online
Bagi kami, mendampingi pembelajaran online merupakan tantangan bagi orang tua. Ya, orang tua mendapat tugas tambahan sebagai guru di rumah. Orangtua harus sabar dan telaten mendampingi anak belajar online dan mengerjakan tugas.
Salah satu tugas yang dilakukan adalah setoran hafalan bacaan Tartili. Tugas ini harus dikumpulkan setiap hari sebelum pukul 20.00 WIB. Format rekaman dikirim menggunakan rekaman suara (voice note) ke grup kelas. Ketika masuk kelas 1 SD, Yasmin langsung membaca tartili jilid 2. Bacaan huruf hijaiyah di jilid 1 dianggap sudah lancar karena Yasmin sudah mengaji bacaan Iqro hingga Jilid 3.
"Dari hasil pemetaan, Yasmin lulus Tartili jilid 1 dan mulai di Jilid 2," kata Ustadzah Luqi. Yasmin merasa senang. Karena masih ada beberapa teman di kelas nya yang masuk di tartili jilid dasar.
Sempat Menangis
Meski demikian, membaca huruf hijaiyah dengan metode tartili adalah hal baru bagi anak kami. Keseharian waktu berada di TK, ia lebih sering membaca Iqro.
"Membacanya pendek-pendek dan cepat. Perhatian hurufnya," kata istri saya, Anies Indah Hariyanti yang menjadi mentor tartili di rumah.
"Kalau Yasmin bisa membaca tartili, nanti bisa membaca Alquran. Seneng kan bisa mbaca Alquran kayak abi dan mama," kata saya memotivasi. Saya dan istri memiliki kebiasaan membaca Alquran di rumah dengan didengarkan anak. Harapannya bisa diteladani oleh anak.
"Alquran adalah petunjuk hidup umat Islam. Membacanya akan mendapatkan pahala. Jadi ayo mengaji, belajar membaca Tartili," tambah saya.
Akhirnya, malam itu Yasmin mulai membaca tartili untuk pertama kalinya. Dia memegang bacaan, sedangkan istri saya memegang gadget untuk merekam hasil bacaan.
"Maa..susah. Masih sering salah," kata Yasmin ke istri saya dengan memanggil sebutan Mama.
"Konsentrasi, baca yang tenang, dan perhatikan harokatnya," kata Istri ke Yasmin yang duduk berdekatan ketika merekam suara.
Saya teringat, kali pertama rekaman dilakukan sekitar pukul 17.00 WIB. Kami belum sampai pulang rumah setelah dari kantor. Kami mengejar deadline setoran tartili pukul 20.00 WIB. Namun karena ini pengalaman pertama membaca tartili menjadikan banyak kendala.
"Bacaan panjang-pendek Yasmin belum pas. Juga masih ada huruf yang salah sebut," kata istri saya.
Yasmin terlihat berusaha keras membaca dan merekam. Namun belum kunjung berhasil. Menjelang mahrib, dia nangis dan ngambek.
"Susah Ma..capek," keluhnya. Lama kelamaan ia pun terlihat putus asa dan menangis. Kami terus memotivasi untuk dia menyelesaikan rekaman. Setelah bersusah payah, satu lembar bacaan tartili direkam dengan baik membutuhkan waktu 4 jam. Baru menjelang pukul 21.00 WIB, alias melebihi deadline baru bisa kami kirim rekaman.
"Yasmin menangis dan ngambek ketika rekaman kali pertama. Tapi sekarang sudah lancar," kata saya.
Satu semester berjalan, saat ini Yasmin sudah lancar membaca tartili. Bila di awal-awal masa belajar, dia sering ngambek dan mengeluh sekarang sudah tidak lagi.
"Alhamdulillah..Yasmin sudah lancar," kata istri saya.
Dengan keterampilannya saat ini, Yasming terkadang kepo mencoba membaca Suratan pendek Alquran. Selepas solat fardlu, dia mengambil alquran di rak buku dan mencoba membacanya.
"Bi..aku pengen bisa membaca Alquran," katanya. Hingga hari ini, alhamdulillah si Yasmin sudah bisa membaca Tartili di jilid 4. Tiap hari Rabu dan Sabtu sore, di rumah saya diadakan kegiatan mengaji tartili bersama. Ini sebagai upaya mendorong literasi Alquran, menciptakan generasi bebas buta Alquran. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H