Mohon tunggu...
Hanan Wiyoko
Hanan Wiyoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya menulis maka saya ada

Suka membaca dan menulis, bergiat di literasi digital dan politik, tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menerawang "Kekacauan Elektoral" Pemilu dan Pilkada 2024

6 Februari 2021   09:13 Diperbarui: 6 Februari 2021   09:24 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jaringanmedia.co.id

Ayat (8) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada bulan November 2024.

Ayat (9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan yang berakhir masa jabatannya  pada tahun 2023  sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil GUbernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024

"Bila Pilpres digelar bulan April, maka Mei masih dilakukan penghitungan suara. Kami sudah melakukan simulasi dengan ilustrasi Pilkada 2020 dengan perkiraan pada April dan Mei 2024 sedang berlangsung pembentukan panitia pemilihan suara (PPS),  pemutakhiran data pemilih dan verifikasi calon perseorangan untuk pilkada.  Belum lagi potensi ada pilpres dua putaran, tentunya sangat padat," kata Titi dalam program Aiman di Kompas TV.

Soal kesibukan di tahun 2024, Aiman menggambarkan bahwa ketika Pilpres dan Pileg sedang berlangsung, tahapan pilkada serentak nasional sedang dimulai. Kondisi ini menurut Titi akan mengakibatkan beban pekerjaan penyelenggara pemilu bertambah. Hal ini menurutnya akan mengakibatkan konsentrasi penyelanggara baik KPU dan Bawaslu terpecah sehingga rawan berkurangnya kontrol pengawasan dan profesionalitas.

"Pada sisi pemilih juga bisa mengakibatkan rasa jenuh. Dalam satu tahun bisa tiga kali datang ke TPS, untuk pilpres, kemungkinan pilpres dua putaran dan ke TPS saat pilkada. Berpotensi mengakibatkan suara tidak sah atau invalid," kata Titi.

Mencari Titik Temu

Apa yang disampaikan Perludem relevan dengan pandangan penyelenggara pemilu. Khususnya terkait beban tugas teknis pemungutan suara. Menurut anggota KPU RI, Hasyim Asy'ari, penyelenggara pemilu kerja berat lantaran ada tujuh jenis pemilihan di tahun yang sama (Kompas, 5/2). Berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2019 saat digelar pemilu serentak untuk lima jenis pemilihan, beban kerja penyelenggara pemilu yang berat mengakibatkan petugas di tempat pemungutan suara meninggal.

Menurut pandangan penulis, hingga hari ini belum terlihat ada kejelasan tarik ulur revisi  UU Pemilu. Pertama, ada perbedaan pendapat yang tajam antar fraksi di DPR RI, yakni ada yang setuju revisi, menolak revisi, dan revisi terbatas. Kedua, sikap pemerintah menyiratkan adanya penolakan terhadap revisi UU Pemilu. 

Ketidakjelasan ini harus segera dicarikan titik temu, mengingat regulasi kepemiluan dibutuhkan untuk mendukung tata kelola pemilu guna perbaikan sistem penyelenggaraan pemilu. Tentunya hasil evaluasi dan catatan kelemahan penyelenggaraan Pemilu 2019 bisa menjadi masukan dalam penyusunan RUU Pemilu di masa datang. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun