ISTILAH kekacauan elektoral dilontarkan oleh Dewan Pembina Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem), Titi Anggraini. Ketika diwawancara dalam jaringan (daring) oleh Aiman Witjaksono (Kompas TV), ia memprediksi akan terjadi kerumitan penyelenggaraan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak nasional bila digelar di tahun 2024. Â Berikut tayangan wawancara Aiman dan Titi Anggraini
Dalam tayangan tersebut, Titi menyatakan sudah melakukan simulasi dan mendapati adanya irisan / benturan jadwal antara gelaran Pilpres, Pileg dan Pilkada di tahun 2024. Sesuai regulasi yang berlaku saat ini, UU No 7 Tahun 2017 disebutkan Pilpres, Pileg dan Pemilihan DPD akan digelar April 2024, sedangkan pilkada serentak nasional digelar November 2024. Menurutnya, waktu penyelenggaraan yang berimpitan ini akan berimbas ke banyak hal. Risikonya adalah menurunkan kualitas pemilu itu sendiri.
"Potensinya terjadi kekacuan elektoral," kata Titi ketika ditanya oleh Aiman apa bahaya yang akan terjadi bila penyelenggaraan pilpres, pileg, dan pilkada serentak nasional di tahun 2024.
Menurut Titi, ia berharap dilakukan normalisasi penyelenggaraan pilkada sesuai siklus, yakni 2022 dan 2023. Hal ini bisa dilakukan dengan merevisi UU Pilkada, khususnya pada pasal yang mengatur soal waktu pelaksanaan pilkada. Wacana normalisasi merupakan bagian dari masukan pegiat kepemiluan dalam pembahasan RUU Pemilu. RUU Pemilu masuk dalam Prolegnas 2021, namun masih terjadi perbedaan pandangan dari fraksi-fraksi di DPR RI.
Jadwal Berimpitan
Sebagai catatan, pada tahun 2022 ada 101 daerah yang seharusnya menggelar Pilkada, mencakup Pilkada 7 provinsi yakni Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Dan ada 76 kabupaten dan 18 kota. Sedangkan pada tahun 2023 ada 170 daerah yang seharusnya menggelar Pilkada, mencakup 17 provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, SUmatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kaltim, Sulses, Sulteng, Maluku, Maluku Utara, serta Papua. Dan ada 115 kabupaten, serta 38 kota.
Pengaturan saat ini, pada Pasal 201 UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota disebutkan :
Pasal 201
Ayat (3) Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022.
Ayat (5) Gubernur dan Wagub, Bupati dan wabup, serta Walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2023.
Ayat (7) Gubernur dan Wagub, Bupati dan wabup, serta Walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.