Catatan Terhadap RUU Pemilu
Ia kemudian memberikan empat catatan terhadap revisi undang-undang. Keempat hal ini adalah (1) Sebagian bukan hal yang krusial, bahkan diskriminatif, mundur ke belakang serta berpotensi digugat (misalnya syarat pendidikan minimal S1 untuk calon presiden, dan pelarangan eks anggota HTI).Â
Padahal sudah ada yurisprudensi MK melalui Putusan Perkara No. 011-017/PUU-I/2003 yang membatalkan pasal bermuatan diskriminasi dalam UU Pemilu saat itu. (2) Sebagian bukan hal yang perlu, seperti kenaikan ambang batas.Â
Angka yang ada saat ini sudah mewadahi representasi politik yang beragam dan di sisi lain sudah ada dampak efektifnya terhadap upaya penyederhanaan sistem kepartaian.Â
Jika dinaikkan akan lebih banyak wasted votes. (3) Belum menyediakan kerangka hukum yang dapat memberikan kemudahan pemilih dalam pemilu (misalnya early voting, postal voting, aksesibilitas difabel dan lainnya) dan (4) Belum menyentuh persoalan yang menggejala dalam perpolitikan kita (misalnya politik uang, korupsi, politik dinasti)
Sementara itu, anggota DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengungkapkan bahwa politik sangat terkait dengan perkembangan yang terjadi sehingga jika berbicara tentang pemilu maka ada 4 hal yang perlu didiskusikan yaitu tentang sistem, aktor, manajemen, dan penegakan hukum.
"Kalau kita mau melakukan pergerakan terus ke arah konsolidasi demokrasi, maka 4 hal tersebut harus kita arahkan kepada 4 keadaan juga. Pertama, memperdalam demokratisasi.Â
Kedua, memperkuat sistem presidensial. Ketiga, meningkatkan efektivitas pemerintahan. Keempat, menumbuhsuburkan sikap perilaku yang fairness. Keempat keadaan itu yang menjadi pegangan kita dalam melakukan perubahan UU Pemilu untuk bergerak terus maju." ujar Zulfikar.
Zulfikar menambahkan bahwa pemerintah ingin tidak sekedar hanya berpolitik dalam melakukan revisi UU Pemilu, namun juga ingin berpemerintahan dan bernegara yang semakin sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh konstitusi. Â
Kemudian menurut Arfianto Purbolaksono, bahwa dalam polemik Revisi UU Pemilu setidaknya terdapat 6 isu yakni (1) sistem pemilu; (2) ambang batas parlemen; (3) sistem konversi penghitungan suara ke kursi; (4) distric magnitude jumlah besaran kursi per daerah pemilihan; (5) keserentakan pemilu; (6) digitilasasi pemilu; dimana dalam isu-isu tersebut hampir semua fraksi memiliki kepentingannya masing-masing.
(*)