Seperti yang kita ketahui pada, Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Dengan semakin dekatnya pemilu yang di adakan pada tanggal 14 Februari 2024 banyak masyarakat yang tertarik dengan politik terutama Gen Z.
Tetapi Gen Z di anggap kurang memiliki wawasan yang cukup terutama tentang politik oleh generasi lebih tua dengan hal itu politisi perlu memberi kesempatan pada Gen Z tentang betapa pentingnya menyuarakan pemilu 2024 sebagai warga negara agar dapat merencanakan masa depan negara.
Persentase pemilih muda pada pemilu meningkat usia 17-21 dari tahun 2019 hanya 54,5% hingga tahun 2024 mencapai 56,45%. Dikutip dari laman www.bbc.com
Gen Z memiliki pengetahuan luas di bidang teknologi seperti media sosial, di berbagai media sosial banyak yang menyebarkan berita-berita HOAKS yang tujuannya untuk menjatuhkan salah satu calon pemilu, dengan menyebarnya berita HOAKS secara tidak langsung berdampak dapat memecah belahkan negara melalui satu berita yang tersebar.
Tetapi dengan pengetahuan media sosial yang luas mereka dapat mengetahui berbagai informasi mengenai masing-masing calon pemilu yang pantas untuk negara lebih maju dan mereka juga dapat memilih serta memilah mana informasi asli dan mana informasi HOAKS.
Hal itu dapat memberi kesempatan untuk mereka memilih calon yang baik dan jujur, seperti kita ketahui banyak calon yang tidak jujur dan sportif dengan membeli suara yang biasanya dilakukan oleh tim sukses atau biasa di sebut politik uang.
Politik uang ini masih menjadi ancaman serius dalam pemilu, sebagian besar yang menerimanya adalah generasi yang lebih tua sedangkan sebagian besar Gen Z tidak setuju dengan adanya praktik politik uang karna kalangan Gen Z dinilai intelektual dan melek teknologi, sehingga para calon pemilu harus punya cara khusus untuk membuat mereka tertarik.
Praktik politik uang menyebabkan dampak negatif, mereka tidak memilih berdasarkan hati masing-masing. Menurut Sarah Birch, korupsi dalam pemilu akan menghasilkan orang yang 'salah' sebagai pemenang. Pemerintahan yang dihasilkan pun kurang representatif dan akuntabel. Karena politisi yang terpilih tidak akan mengutamakan kepentingan rakyat. Selain itu, korupsi dalam pemilu dapat mendorong korupsi di sektor-sektor lain.
Dengan itu perlunya diadakan sosialisasi sebagai edukasi tentang pencegahan praktik politik uang pada masyarakat tidak hanya masyarakat saja para pelajar juga harus di beri edukasi sejak dini karena betapa berpengaruhnya dampak politik uang untuk masa depan negara.
Sanksi bagi orang yang melakukan politik uang dalam Pemilu 2024 tercantum dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00,” demikian isi Pasal 515 UU Pemilu". Dilansir dari laman nasional.kompas.com