Masyarakat Beresiko di tengah Kapitalisme Tahap Akhir
Dengan mengacu pada konsepsi Anthony Giddens dan Ulreich Beck,  Žižek melihat suatu kemungkinan pemecahan subjek ditengah masyarakat beresiko (Risk Society). Baginya, masyarakat risiko mengacu pada kondisi "probabilitas rendah---konsekuensi tinggi" (low probability---high consequences) dan pembahayaan diri (self endangernment) dengan akibat munculnya Refleksivitas Subjek yang seringkali ditengarai sebagai konsekuensi dari kondisi kapitalisme akhir dengan kemungkinan suatu tindakan subyek yang melampaui pendefinisian struktur sosial.Â
Dengan kata lain, titik tersebut merupakan titik nol substansial---subjek bergerak  dari sistem sosial yang telah begitu lama mereifikasi keberadaan subjek hanya dengan basis reflektif. Kemudian, dari events dalam suatu kondisi yang telah mengalami kondisi misrekognisi inilah memicu patahan atau retakan metasktruktur.
Atas dasar perhatian itu, perlu kita memahami bahwa kondisi subyek reflektif memunculkan situasi atas pembacaan ulang dari berbagai konstituen yang merekah sebagai upaya reifikasi subyek.Â
Kendati demikian, untuk memahami sisi luar subyektifitas politik dalam rekonstruksi politik kontemporer. Setidaknya, mampu kita baca melalui beberapa pemaparan selanjutnya.
Atas Nama Kedaruratan dan Pengecualian oleh Negara
Dalam Constitution du 22 frimaire an VIII di Perancis (13 Deesember 1799). Pasal 92 Konstitusi ini menyebutkan :Â
" Bila terjadi pergolakan bersenjata atau kericuhan yang bisa mengancam keamanan Negara, hukum bisa, menurut waktu dan tempat yang ditentukanya, menunda aturan konstitusi. Dalam kasus-kasus semacam ini, penundaan bisa dicanangkan untuk sementara waktu oleh maklumat pemerintah bila badan legislative sedang reses..."
Konstitusi itu merupakan ide awal dari sebuah penundaan hukum atau The State of Exception. Istilah ini, tak lain merujuk pada elemen hukum yang menunda hukum (ia tidak didalam hukum tetapi juga bukan sama sekali di luar hukum) Kondisi ini terus didaur ulang dalam politik kontemporer sebagai sarana pragmatis menjalankan kehidupan umum. Â Dengan sebuah pengandaian bahwa kondisi kedaruratan (State of Emergency) Kedaulatan menetapkan hukum sekaligus mengecualikan dirinya untuk tunduk di bawah hukum yang sama (The State of Exception). Â Contoh : Sikap Jokowi menunda pengesahan RUU KUHP lewat statement langsung serta keputusanya mengeluarkan Perppu.
Maka, dengan mengajukan pertanyaan selanjutnya. Konsekuensi apa yang dapat kita terima dari berbagai kondisi diatas?
Dalam praksisnya, ia menyebutkan kondisi bare life sebagai konsukensi dimana keterlanjangan warga negara yang akan dengan mudah dirampas hak-haknya dengan suatu pengecualian bagi Negara sesuai dengan metafora Agamben terhadap demokrasi sebagai kamp konsentrasi! Atau dengan kata lain Negara yang menjamin kedaulatan inilah yang telah bermasalah sedari awal mengakibatkan warga negara mengalami depolitisasi atau kehilangan posisi tawarnya.