"Tanam apa yang kita makan, makan apa yang kita tanam ...... "Â
(Dr. H. Purwanto, M.Pd/Kadisdik Kab. Purwakarta)
Maksud dari perkataan beliau adalah bagaimana kita melaksanakan program Pendidikan Karakter berbasis lingkungan dengan menanam apa yang kita makan dan memakan apa yang kita tanam. Artinya, sesuatu yang kita tanam dan tidak memakannya sama sekali, kan mubazir.
Dalam hal lain dapat di artikan bahwa jika kita menanam pasti ada rumput dan tanaman lain yang tumbuh disekitarnya, tetap menyemai kebaikan walaupun orang-orang memandang buruk tentang kita maka janji Tuhan itu pasti, sabar dan ikhlas lah.Â
Jalur langit adalah cara mengadukan keluh kesah kita hanya pada sang Pencipta, Yang Maha memiliki rasa dan karsa, Yang Maha Segalanya, tentunya dengan terus berusaha sebaik mungkin yang kita bisa, salah satunya hobi menulis yang saya suka.
Tulisan saya masih belum move on dari kunjungan beliau yang memang tanpa rencana, tanpa rekayasa, dan apa adanya, bersifat spontanitas . Saat ini saya tidak lain hanya ingin mengekspresikan 'mindful mindset' guna memberikan 'mindfulness' pada pembaca budiman.Â
Dengan tidak mengatas namakan apapun hanya menuliskan pemikiran berdasarkan pengalaman yang didapat tanpa adanya perintah dan rekayasa dan dibaca oleh orang-orang yang kita tidak pernah tahu siapa, kapan, bagaimana, dan dimana, lalu berniat menyapa bahkan mengunjungi kita. Barokallah ...
'Kadisdik' Kunjungi PAUD Melati Desa Cibatu
Kunjungan beliau ke PAUD Melati Desa Cibatu tidaklah terencana sebelumnya, dan saya pun tidak menyangka bahwa beliau memang benar-benar hendak dan datang di hari guru kemarin.
Beliau tertarik dengan tulisan-tulisan yang saya ulas di Kompasiana, isi dari tulisannya yang memang saya tulis awalnya untuk pengetahuan saya dan saya simpan di rekam jejak digital guna memudahkan saya juga dibaca orang lain ketika memerlukannya.
Tidak bermaksud mengaku-ngaku sebagai apa di kompasiana, namun sebagai bentuk terima kasih saya kepada media blog ini karena telah menjadi wadah dalam berkreasi dan berekspresi melalui curah tulisan yang beragam.
Beliau pun datang dengan keadaan sekolah yang memang demikian adanya, apalagi tidak bermaksud pencitraan dan lain sebagainya. Hanya mengunjungi dan memberikan apresiasi, terima kasih.
Silahkan untuk mengunjungi Channel milik beliau sebagai beirkut :Â
Peribahasanya 'reuwas karereuhnakeun' artinya kaget sesudahnya juga karena memang saat beliau datang itu saya 'kasima' dengan tidak merasa hina datang ke 'saung' atau 'gubuk' kami.
Yah, lebih tepat disebut begitu karena tidak mungkin juga saya menyebutnya lebih dari itu, namun tempat itu adalah 'istana' bagi anak-anak didik saya, menjadi saksi apa yang saya lakukan di sana.
'Mindfulness' saya lakukan dengan orientasi tetap pada tujuan, mendidik anak bangsa supaya memiliki karakter dan keterampilan juga kesiapan mental dikemudian hari dengan apapun yang terjadi. Bismillah ....
Seperti halnya makhluk lain dalam mempertahankan dirinya naluri dan insting termasuk akal manusia digunakan ketika ada hal-hal yang mengusik dan membuatnya tidak nyaman, termasuk dalam rangkaian cerita pembangunan kisah sekolah tersebut.
Pada tahun 2012/2013 pertamakali mengalami hal tidak menyenangkan, lalu kedua kali juga mengalami hal yang sama, pada tahun 2015. Â Jika ini terjadi pada anda, langkah apa yang anda lakukan? Menyerah dengan keadaan? Saya Tidak! ......
Langkah awal saya adalah dengan mendatangi setiap tokoh yang ada, dengan membicarakan baik-baik bahwa tempat yang seharusnya saya gunakan adalah milik umum tentunya dengan penandatanganan di atas materai, namun nihil.
Bermusyawarah dengan orang tua saat itu dan akhirnya 'mendapat' tawaran dengan kesepakatan menyewa lahan dengan harga sekian sesuai perjanjian perenam bulan sekali tentunya di atas materai karena bermaksud untuk saling membantu dan niat mendidik anak bangsa dimanapun tempatnya.
Saya pribadi menabung uang untuk keperluan kuliah saat itu, memiliki banyak mimpi pribadi yang tentunya harus mengalah dengan kondisi yang terjadi, merelakan materi yang sudah saya tabung berkali-kali. Membangun sekolah demi anak negeri.
Dua kali mengalami hal tersebut membuat saya tetap berorientasi pada jiwa pendidik bahwa tetap mendidik anak bangsa dimanapun, apapun yang terjadi termasuk menggunakan dana pribadi.Â
Saya yakin setiap orang yang bergelut di dunia pendidikan jenjang PAUD tingkat KB banyak mengalami hal serupa, khususnya secara fisik dan psikis mengingat kita berada pada jalur pendidikan nonformal, dan akan mengambil tindakan serupa.
Kejadian buruk yang tidak dapat saya up atau ceritakan secara gamblang membuat saya tetap pasrah sambil berdoa dan berusaha dengan tetap menyemai benih bangsa dengan niat mendidik dengan hati.
Menyalurkan segenap apa yang terjadi pada diri melalui tulisan adalah langkah saya untuk membenahi dan mengekspresikan diri walaupun menulis dengan biasa-biasa saja.
Ini hanya kisah yang saya coba curahkan dalam sebuah tulisan, saya bukan siapa-siapa dan tidak akan menjadi siapa-siapa dengan mengulas hal ini, hanya memberikan informasi bahwa apa yang saya lakukan tak lain adalah dengan satu tujuan mendidik dan mencerdaskan anak bangsa.
Semoga menjadi inspirasi setiap orang yang membaca, semoga menjadi motivasi kedepannya bahwa ketika mental dan fisik diuji coba maka keyakinan harus sekuat baja, walau hati selalu menganga, terluka dan mengeluarkan air mata.
Siapa anda?Â
Salam Cinta Anak Usia DiniÂ
Hana Marita Sofianti
Purwakarta, 02 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H