" Daun Putat atau istilahnya 'Planchonia Valida' merupakan pohon jenis tanaman daun petik yang biasanya berada di hutan primer seperti Indonesia & Malaysia, aman dan dapat dikonsumsi " ( Wikipedia )
Sejak kecil, saya sering main ke hutan atau 'kebon/ladang/huma'Â bersama nenek, bawa nasi timbel dan sambel di rantang, menyusuri sawah dan melintasi sungai.Â
Beruntung masa kecil saya sangat indah walau hanya bersama nenek saja, menikmati udara yang masih bersih suasana asri hamparan kebun dan saung tengah ladang sebelum hutan.Â
Cobek, mutu, termos dan seperangkat alat wajib lainnya berada di bakul nenek plus 'cetok' ( alat penutup kepala dari bambu khas Sunda) anti terik matahari.Â
Saat itu saya selalu memperhatikan nenek memetik pucuk daun sebuah tanaman yang menurut saya aneh saja waktu itu dan kurang suka karena rasanya yang kesat, hahaha! Maklum anak-anak waktu itu jarang sekali ada makanan kemasan! Ups!Â
Kata nenek daun ini namanya daun putat dan nanti daun ini akan langka, lalu nenek izin untuk menanam pohon daun ini dengan bahasa Sunda yang menurut saya aneh waktu itu terdengar sedikit seperti begini " ...... Mipit kudu amit ngala kudu menta ..... " (Intinya meminta izin untuk mengambil satu pohon atau bibit di hutan untuk ditanam di rumah).Â
Tradisinya kan di hutan ga ada yang punya wilayah alias punya pemerintah namun kita tetap harus meminta izin pada yang 'punya hutan' begitu kata nenek. Hmmm, markiba! Atau mari kita bahas apa itu daun putat? Lets go!
Daun Putat ' Planchonia Valida' Arti dan Cara Mengonsumsinya
Daun Putat ( Planchonia Valida) atau memiliki 9 / beberapa nama lain atau sinonim 4 diantaranya : Planchonia Undulata, Planchonia Elliptica, Gustavia Valida, Pirigara Valida, dan lain-lain.
Adalah daun yang dapat dikonsumsi atau dimakan secara mentah atau tidak termasuk dalam suku Lecythidaceae ( semacam nama jenis pohon kayu yang ada di Indonesia) dengan ketinggian rata-rata 500-1000 meter di atas laut.
Tinggi pohonnya dapat mencapai 40-50 meter dengan diameter 200 cm, kulit batang keabuan dan coklat, daunnya bergerigi, mengkilat, tipis, dan berjenis tunggal, ada yang pucuk daun putih dan merah.
Pohon ini berbunga sepanjang tahun dan memiliki benang sari berwarna putih bagian atas dan merah jambu bagian bawah, buahnya berbentuk lonjong atau bulat telur/elips.Â
Biasanya terdapat di Jawa, Kalimantan, Sumatra, Lombok, Timor dan Sulawesi. Biasanya pohon ini digunakan sebagai pengganti pohon jati, dengan berat 0,8 dengan kelas keawetan II-III dan kelas kekuatan I-IIÂ ( Hassan Shadily Ensiklopedi Indonesia 1984-Jilid 5).
Pohon ini banyak digunakan untuk konstruksi berat, kapal, lantai, tiang, perabot rumah tangga, dan lain sebagainya.
Berikut cara mengonsumsi daun putat :Â
1. Daun Putat dibuat lalapan sambal :
- Pilihlah daun putat pucuk / muda karena memang ini jenis tanaman petik / pohon yang berdaun. Sekilas memang mirip daun pucuk mede namun menurut saya beda dari pinggiran daunnya yang bergerigi dan ujungnya agak lancip sedangkan mede tidak.
- Daun yang sudah dipetik lalu dicuci langsung bisa dikonsumsi mentah dengan tambahan sambal plus ikan asin di saung / ladang pada waktu tengah hari , aduduh nikmatnya!
2. Daun Putat Sambal Tumbuk Kacang
Menu ini adalah yang paling saya sukai, sehingga saya pun belajar membuatnya sendiri dan melupakan diet saat menyantapnya, hihihi ...Â
- Setelah memilih daun muda/pucuk, memetik dan mencucinya simpan dalam wadah/tiriskan.
- Siapkan air matang / panas ( saat itu nenek bawa termos atau memasak air ambil dari sungai pada tungku di saung ).
- Lalu siramkan air pada daun putat tersebut / istilah dalam bahasa Sunda 'di-leob' ( kata nenek tidak perlu di rebus karena akan mengurangi kandungan dari daun tersebut).Â
- Biarkan / rendam selama 15-25 menit atau lebih lalu tiriskan.
- Siapkan batang serai muda, bawang merah, bawang putih, cabai / rawit kepedasan sesuai selera, kencur, kacang tanah goreng, garam dan gula merah secukupnya ( boleh tambah terasi bagi yang suka, saya tidak terlalu bumbu di atas sudah mewakili lidah Sunda yang saya punya, ehem!.Â
- Tumbuk semua bumbu sampai menyatu dan campurkan daun putat tadi yang sudah ditiriskan dengan ditumbuk juga sampai agak sedikit hancur.
- Tambahkan bumbu sesuai selera jika dirasa belum pas di lidah, lalu sambal tumbuk putat siap dihidangkan dengan nasi hangat/panas. Dijamin nambah terus, hehehe.
3. Pencok Daun PutatÂ
Cara pembuatannya hampir sama dengan daun putat sambal tumbuk kacang, bedanya jika pencok tidak menggunakan kacang tanah goreng saja dan boleh dibuat secara mentah daunnya.Â
Keduanya tetap ditumbuk atau boleh di ulek, kalau saya lebih suka ditumbuk karena bumbunya meresap sekali, oh iya tumbukan dari batu masih ada di rumah ibu saya warisan dari mendiang nenek, eum!Â
Daun Putat ' Planchonia Valida ' yang Nikmat dan SehatÂ
Ulasan ini sudah lama berada dalam daftar list poin antrian beberapa tulisan saya, setelah tahu bagaimana cara mengonsumsinya seperti di atas berikut khasiat dari daun putat selain nikmat juga sehat :Â
- Me-regenerasi sel-se dalam tubuh.
- Mencegah Gingivitis atau radang gusi mungkin karena senyawa kalsium dalam daun putat yang terasa kesat seperti dalam pasta gigi.
- Mengontrol kadar asam lambung akibat asupan makanan yang kurang baik / kurang sehat, maag, mulas, gangguan pencernaan, dll.
- Menyehatkan paru-paru dan pernafasan serta dapat mencegah bronkitis.
- Mencegah kerontokan dan kebotakan rambut, dengan mengonsumsinya secara rutin.
- Anti depresi dan perasaan gelisah karena mengandung serotonin yang membuat fikiran lebih tenang dan terjaga.
- Memiliki kandungan vitamin B, fosfor, kalsium, serotonin, dan masih banyak lagi.
Konon kata nenek daun ini menjadi pilihan makanan para pejuang kemerdekaan juga ketika bergerilya di hutan untuk bertahan hidup, selain nikmat dan sehat juga aman dikonsumsi.
Pohon ini sedang saya coba budidayakan sendiri sedikit demi sedikit dengan benih dan mencoba menggunakan stek , cangkok atau okulasi. Â Bahkan saya coba merendam batang pohonnya dengan nutrisi POC.Â
Beruntung saat kecil nenek saya menanam pohon ini dibelakang rumah dengan dua jenis pohon berdaun beda, putih dan merah, mengingat hutan-hutan di desa saya sudah jarang sekali pohonnya.Â
Salam.
Hana Marita Sofianti
Purwakarta, 16 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H