Selain itu ada juga alat musik relief yang berasal dari Kamboja , Thailand , Kazakhstan , Kenya , Tanzania , Algeria , Tamil , Gambia , Uganda , Peru , Jepang , Iran , Saudi Arabia , Turki , Srilanka , Amerika Latin , West Afrika , Nepal , Nigeria dan Eropa.
Semuanya menjadi bukti bahwa leluhur kita sangat mencintai seni dan musik yang menjadi sarana pemersatu bangsa.
Sejatinya pemikiran leluhur kita juga di abad tersebut telah membuktikan bahwa humanisme dan perdamaian sudah ada dalam fitrah otak manusia.
Saat itu belum ada kertas untuk menulis , sedangkan trendnya adalah memahat/menulis di atas batu, ibarat teknologinya selain gawai / gadget saat ini untuk menyampaikan pesan dan kejadian.
Mereka menginginkan hal tersebut terbaca, ditelaah bagi manusia yang peka dan berfikir, lalu terbentuklah sebuah gagasan oleh anak negeri dengan diadakannya Sound Of Borobudur (SOB) selain omah borobudur.
Sound Of Borobudur (SOB)
Adalah Trie Utami, Sound Of Borobudur (SOB) penggagas dari penemuan dan pembuat replika dari relief alat musik yang terpahat di dinding candi borobudur.
Sebuah upaya anak bangsa yang peka terhadap pesan-pesan leluhur guna mengenal lebih dalam kebesaran gerakan kebangsaan melalui budaya dalam sebuah peradaban di masa lampau.
Pada tahun 2016 Trie Utami melakukan penelitian dibantu Dewa Budjana dan Bintang Indrianto yang menyadari bahwa di satu sisi candi borobudur ternyata ada pahatan berupa relief alat musik.
Mereka lalu mencoba mereplika dengan cara abad sekarang juga memainkannya dalam aksi pertunjukan dan festival SOB.
Supaya pengunjung mendapatkan nilai lebih dari pengalamannya ketika ke sana, jelajah borobudur .