Mohon tunggu...
Hana Marita Sofianti
Hana Marita Sofianti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, Guru , Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini , Guru, Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

6 Alasan Penulis Mengedit Tulisannya

14 Oktober 2020   05:58 Diperbarui: 16 Oktober 2020   17:32 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri. credit: canva

Seperti contoh : ketika kisah didalam tulisan pencetus idenya A atau B, setelah ditinjau ulang beberapa kali, bukanlah nama lembaga tersebut, tetapi sebenarnya adalah komunitas 'Kers dan lembaga yang berhubungan dengan literasi karena memang kegiatan sudah berjalan sebelumnya beberapa kali di dinas terkait juga. Maka wajib tulisan ditinjau ulang kembali, diedit dan diperbaiki.

5. Cek dan Ricek Tulisan

Di dalam tulisan, contoh : bahwa setiap kegiatan yang dilakukan adalah murni hasil dari pemikiran dan rencana dari Komunitas 'Kers dan lembaga kedinasan terkait serta narasumber sebagai pencetusnya yaitu penulis itu sendiri.

Memintanya untuk melebarkan sayap dan kebetulan tidak hanya satu orang dan tidak hanya satu organisasi yang berminat tetapi rekan-rekan organisasi lainnya ikut antri jauh sebelum yang terdepan menanti. Jadi setelah di cek dan ricek data diedit dan memang kredibel dan sesuai fakta di lapangan.

6. Miss Komunikasi dan Kesalahan Fatal

Di artikel yang saya baca ada penulis yang tidak sudi tulisannya diedit, maka itu adalah salah satunya awalnya mungkin karena Miss Komunikasi atau kesalahan fatal yang terjadi di lapangan terhadap komunitasnya. Sama dengan yang terjadi pada penulis yang diedit tulisannya.

Sebagaimana menulis atau penulisan adalah menginformasikan suatu hal yang bermanfaat dan berguna bagi pembaca, maka kita wajib memberikan pesan yang terbaik dan sebenarnya serta sesuai fakta kenyataan yang terjadi di lapangan dan meluruskannya.

Ketika salah dan fatal maka kita akan menggiring opini publik kepada hal yang fatal juga dan bisa membuat salah faham bahkan dapat memakan korban dan berdampak buruk. Sebagai penulis harus bertanggung jawab akan hal ini. Jadi jelas, harus diedit tulisannya bahkan paling akhir adalah menghapusnya.

Mengingat artikel yang saya baca juga :

"Bagaimana Jika Artikelmu di Kompasiana Memakan "Korban" dan "Berdampak Buruk"? (Hendra Wardhana)


dokpri. credit: canva
dokpri. credit: canva
Menjadi penulis memang susah-susah gampang, selain hobi,tanggung jawab moral dan mereviewnya, mengedit tulisannya sesuai kenyataan juga tidak mudah. Karena kita yang terjun langsung didalam kegiatan dan penulisannya.

Ketika menulis juga saya sarankan untuk tidak terburu-buru dalam menuliskannya. Minimal ada di draft terlebih dahulu untuk meninjau ulang, seperti tulisan ini ketika akan saya tayangkan.

Seorang penulis bukanlah manusia sempurna yang tidak pernah salah dalam penulisannya baik isi dan maksud tujuannya, saya yakin penulis disini ada beberapa yang memiliki pengalaman atau hal yang serupa dengan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun