Pada tahun 2005-2006 silam saya bertemu sosok yang sangat bersahaja, berwibawa dan menyenangkan. Kita sebut saja dia "F".
Awalnya F hanya memandangi kegiatanku setiap hari karena beliau selalu melewati tempat dimana saya bercengkrama dengan orang tua dan bermain dengan anak-anak didik saya.
Di depan Aula Desa beliau menatapku penuh tanya, akan tetapi saya tidak menghiraukannya karena digelayuti anak-anak yang bermain bersama. Fokus bersama mereka.
Ketika salah satu wali murid saya sakit, tiba-tiba dia memanggil saya dan meminta saya untuk menemui sosok F tadi.
Kaget, penuh tanya, campur aduk, dan lain sebagainya mengingat saya belum pernah bertemu dengan orang asing yang tidak saya kenal sama sekali.
Dengan mengumpulkan tenaga dan kekuatan di hati saya pun memberanikan diri untuk menemuinya. Kita pun bertemu dan mulai memperkenalkan diri masing-masing.
Dia berkata bahwa dia merasa kagum dengan apa yang saya lakukan. Lah Kenapa? Karena baginya saya adalah inspirasinya. ( Sekarang, terbalik, dia adalah inspirasi bagi saya ).
Perbincangan pun dimulai dari menanyakan motivasi dan misi saya di sekolah yang letaknya berada di aula desa saat itu dan apa yang pribadi saya inginkan dalam hidup ini. Ehm! Cie!
Masih teringat jelas sosok F yang selalu berdiri melihat, memperhatikan dan memahami apa yang saya lakukan setiap hari.
Dia pun berniat membelikan segala keperluan Sekolah yang saya dirikan dan memberikan bantuan walaupun dia bilang tidak seberapa, bagi saya adalah lebih dari berapa, seperti buku-buku dan lainnya.
Hari berganti, bulan pun sama, beliau dipindah tugaskan tahun 2008. Sedih. Iya.
Kita berjauhan bukan karena corona, kita terpisah oleh ruang, jarak dan waktu. Kita tidak pernah berkomunikasi lagi, karena nomor kontak beliau dan saya mungkin sudah berganti saat ini.Â
Karena saat itu belum ada chat pribadi dan gadget belum secanggih seperti sekarang ini.
Tidak ada komunikasi sama sekali. Tidak ada kabar sapa seperti dulu lagi. Saya benar-benar kehilangan sosok F yang baik hati.
Ada yang menarik, saat saya dan F tidak ada kontak HP, kontak fisik, komunikasi atau intinya tidak bertemu sama sekali tetapi perhatiannya selalu tetap ada.
Iya, perhatiannya tetap ada dan nyata. Ketika saya berada dalam kondisi terpuruk sekalipun F selalu membantu, tanpa bertemu tanpa berkata, tanpa syarat. Kok bisa?!
Bisa! Dan itu adalah kisah nyata yang saya alami. Saya tidak tahu siapa yang memberitahukan kepadanya tentang apapun kondisi yang berkaitan dengan diri saya pribadi ataupun sekolah yang saya kelola.
"Berkontribusilah walaupun kamu hanya memiliki secuil ilmu". (F)
Sudah 15 Tahun lamanya persahabatan yang jauh ini terjalin, tanpa suara, tanpa kata-kata, tanpa sapa, tanpa mengapa.
Seperti hantu, antara ada dan tiada. Disebut ada tetapi tidak ada, disebut tidak ada tetapi selalu ada. Entahlah!Â
Ingat ketika dulu beliau memberikan bungkusan makanan langsung dari tangannya sendiri dan meminta saya untuk memakannya didepannya bersama.
Ini bukan tulisan tentang cinta yang picisan, tetapi tentang sebuah cinta persahabatan yang mengerti kapan harus ada dan berbagi.
Dia, F sangat menjunjung tinggi arti persahabatan dan kebaikan. Karena kebaikan yang beliau tanam sejak saat itu membuat saya menjadi sosok yang tegar dan kuat hingga saat ini.
Yang lebih aneh lagi dari persahabatan ini adalah kita jelas berbeda agama dan berbeda latar belakang serta budaya tetapi kita satu hati dan satu arti.
Saya sendiri heran ternyata di dunia ini masih ada manusia yang langka dengan sikap dan sifatnya yang baik, seribu banding satu. Perlu ditiru. Minimal menjadi suatu kisah inspiratif dalam diri ini dan bagi pembaca yang budiman.
Apakah pernah diantara kalian mengalami hal sama seperti saya? Yuk kita tulis kisah inspiratif konten positif berdasarkan kisah nyata dari pribadi diri kita untuk menambah wawasan dan menyebarkan kebaikan.
Saya menuliskan hal ini adalah suatu bentuk hal positif dan hanya ingin berterima kasih kepada beliau atau sahabat saya F yang jauh dan sudah ada walau jauh di mata dan tidak pernah menyapa, namun bantuan dan perhatiannya selalu ada serta tidak tahu bagaimana caranya hanya untuk sekedar berucap terima kasih banyak.
Penasaran kan siapa F itu? Beliau adalah seorang dokter yang dulu bertugas di desa saya ketika pertama kali saya juga merintis sekolah yang didirikan.
Tanpa alat peraga tanpa buku-buku, tanpa kelas, tanpa bangku, tanpa ruangan, belajar seadanya dengan menggunakan dan memanfaatkan media alam yang ada seperti daun,batu, ranting dan dilaksanakan di luar ruangan, di bawah pohon, di kebun karet di manapun.
Melihat keadaan seperti itu beliau terharu dan menyebutkan saya adalah inspirasinya. Satu hal yang paling penting yaitu lebih anehnya lagi beliau mengetahui kondisi saya bahkan saat melahirkan anak pertama padahal kita tidak pernah bertemu, tanpa komunikasi dan tanpa pamrih, itu nyata adanya. Semoga beliau membaca tulisan saya.
Salam. Persahabatan yang Jauh.
Purwakarta, 13 Oktober 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H