"Fakta Baru, Ibu Bunuh Anak karena Susah Diajari Belajar Online"Â
(Kompas.com/Senin, 14 September 2020)
Apa yang ada dalam benak pembaca yang budiman terkait judul berita di atas?
Mengerikan, iya benar. Sejak Pandemi Covid-19 menyerang seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, sejak itu pula semua sektor baik itu perekonomian, pemerintahan, bahkan pendidikan juga terkena dampaknya.
Seperti diberitakan oleh kompas.com bahwa Seorang ibu tega menganiaya sekaligus membunuh buah hati tercintanya dengan sadis dikarenakan Daring ( belajar dalam jaringan).
Laporan tindak kekerasan terhadap anak semakin meningkat akhir-akhir ini. Tercatat 55% atau 3.928 kasus kekerasan anak sejak Januari 2020. (Kompas.com / Rabu, 22 Juli 2020).
Memang, sebagai guru PAUD saya sendiri mengalami dampak negatif dan positif ketika melaksanakan pembelajaran Daring atau PJJ tersebut.
Banyak sekali keluhan dari orang tua siswa/i yang merasa tertekan dan gampang marah terhadap anak-anaknya sendiri. (Iya, anak-anaknya sendiri).
Lalu di Tahun Ajaran baru 2020/2021 saya memutuskan untuk Luring (belajar di luar jaringan). Tapi dengan tetap memakai protokol kesehatan, itupun hanya memberikan arahan pembelajaran dan dilaksanakan dua kali dalam seminggu.
Saya memutuskan untuk tetap berkeliling kampung di 4 titik, dengan waktu yang berbeda. Agar membantu orang tua meringankan beban emosional mereka ketika mendampingi anaknya dengan memberikan pencerahan dan arahan/panduan ketika BDR.
Dikarenakan mayoritas tidak menggunakan hp android/aplikasi chat maka group chat sekolah hanya untuk menjelaskan tujuan pembelajaran dan jadwal keliling saja.
Akhirnya, saya membentuk 3 koordinator lapangan menjadi 3 titik lokasi Luring yang dalam pelaksanaannya sedikit bahkan banyak hambatan juga.
Pertemuan tatap muka tapi diadakan di rumah yang ditunjuk sebagai kordinator pun mengalami banyak kendala dilapangan.
Stres iya, pusing iya, bingung iya, kesal juga iya. Tapi mau bagaimana lagi situasi belum membolehkan semua berjalan seperti biasanya.
Jika situasi tidak memungkinkan saya untuk keliling maka saya akan memantau via group chat di aplikasi WhatsApp saja walaupun hanya sebagian dari orang tua yang memilikinya.
Jika ada keluhan dari mereka saya akan memberikan pelayanan dengan bujukan reward atau buat sesuatu yang menarik bagi anak tapi ada hubungannya dengan panduan buku BDR (Belajar Dari Rumah).
Untuk anak seusia dan sekelas PAUD saja tidak usah terlalu diribetkan dan diributkan dalam proses pembelajaran ketika di rumah saja, yang paling pokok adalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan tercapai sesuai usianya.
Sebagai contoh, ketika anak usia 3-4 tahun berbicara sendiri seperti bermain boneka atau peran, maka proses tahapan perkembangan berbahasa anak sudah tercapai apalagi dalam cerita dia mulai menghitung mainan yang di jajarkan satu persatu atau baris berbaris didepannya itu sudah plus terpenuhi dalam tahapan aspek kognitifnya.
Jika pembelajaran di PAUD saja seperti itu mudahnya, maka saya harap di SD Kelas 1 pun tidak usah memberikan tugas yang neko-neko atau terlalu ribet dan tentunya membuat orang tua gagal faham, sehingga mengakibatkan kadar emosi dan pemicu kemarahan naik level.
Tidak semua orang mampu menjadi penyabar bak malaikat di siang bolong. Kenapa demikian? Mungkin latar belakang yang terjadi terkait kasus tersebut adanya hal lain yang membuat emosi jiwa seorang ibu memuncak.
Kejadian mengerikan tersebut patut menjadi contoh umumnya bagi kita semua, khususnya bagi saya juga karena memang jika terlalu banyak persoalan terpendam dan belum selesai maka tingkat emosi kejiwaan kita harus di plong-kan dahulu, barulah dapat mendampingi anak dengan sebaik mungkin.
Saya selalu mengingatkan orang tua siswa tidak usah terlalu menekan anak jika memang mereka belum mau bahkan belum mampu mencapai titik penuh pencapaian perkembangan anak.
Adapun tips tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pastikan hati dan jiwa serta perasaan plus pikiran ibu tidak dalam kondisi marah atau kesal, apalagi galau. Cukup dompet terisi dan semua kebutuhan terpenuhi.
2. Cari tempat yang sirkulasi udaranya lancar, seperti halaman rumah atau teras, jauhkan alat-alat yang berbau tajam dan alat-alat kebersihan sekalipun. Hindari gagang sapu, pengki, raket listrik, dan lain sebagainya. (Lha kok?! Iya. Karena untuk menghindari refleksnya tangan kita apabila benar-benar mumet atau kesal jika anak belum faham dan mengerti juga atas persoalan Daring tersebut).
3. Apabila pekerjaan rumah sudah menumpuk maka tips no. 2 adalah salah satu solusinya, selain membereskan dahulu pekerjaan rumah itu sebelumnya terlebih dahulu, jika malas maka dibawa "santuy" saja. (Misalnya, cucian menumpuk, masak belum kelar,dan lain sebagainya).
4. Pastikan anak dan ibunya sudah sarapan pagi terlebih dahulu walaupun hanya sepotong kue dan segelas air hangat, gunanya untuk konsentrasi ketika mendampingi anak.Â
5. Jika anak tidak mau bahkan membuat ulah ataupun membuat kita kesal, ingat kembali alasan ketika kita menginginkan dia hadir di sisi kita. Cintai dia, apapun kesalahannya dengan memberikan pengertian terbaik.
6. Persiapkan segala bentuk materi ajar atau boleh sumber belajar/buku, pastikan kita sudah membacanya dan mengerti terlebih dahulu sebelumnya. Jika tidak ada waktu membacanya maka trik membaca "mata kucing" seperti saya boleh dicoba. Hehehe.
Penasaran ya apa itu trik membaca "mata kucing"  kasih tahu nggak ya?! Hmm... Oke lah saya informasikan ya, begini, setahu saya kucing itu kan identiknya tidur bisa sambil duduk merem ataupun terjaga dan walau hanya sepersekian detik dia tidur dan iya kucing memang tidur.
Sama halnya dengan "tidur kucing" maka saya menamainya dengan "mata kucing" dimana saya harus bisa membaca dan memahami buku pelajaran anak saya hanya dalam hitungan detik saja, walaupun dengan kondisi terjaga dari pekerjaan rumah yang menumpuk berjibun bertebaran dimana-mana.
Apalagi ada istilah di daerah Sunda "Mandi Ular" yaitu mandinya secepat kilat ibarat orang mau perang hahaha mandinya paling lama 5 menitan saja.Â
Nah! Itu adalah tips menghindari Daring yang Berujung Maut. Lebih ringannya lagi Daring yang tidak Emosional.
Apabila ke-6 tips tersebut masih sulit dilakukan, maka kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah tugas utama seorang ibu? Bahkan sudah jelas dikatakan dalam ceramah-ceramah Ustad-Ustadah, Ibu adalah Madrasah yang Pertama dan Utama bagi anak-anaknya. Sadarlah!.
Jika memang masih belum bisa juga, maka segera konsultasi dan periksakan kondisi emosi diri & jiwa anda ke psikiater atau ahli kejiwaan, siapa tahu ada yang keliru, sebelum semuanya terlambat dan berujung penyesalan diakhir serta terjadi hal yang tidak diharapkan dikemudian hari.
Salam.
Praktisi PAUD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H