"Ibu.... Tugas cuci piringnya sudah selesai, menyapu juga..... "
Ibnu anankku menyahut dari dapur, Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Alghifari seorang siswa kelas 2 SDN 3 Cilandak, Cibatu, Purwakarta.
sudah sebulan ini kita tetap di rumah aja untuk mengikuti anjuran terbaik yang di sarankan oleh pemerintah.Â
Sebagai orang tua khususnya seorang ibu saya merasa sangat bertanggungjawab sekali dengan situasi seperti saat ini, dimana setiap hari biasanya saya pun sibuk beraktifitas yang kadang-kadang waktu tidak full tercurahkan dengan anakku 100%.Â
Sempat terbesit dalam hati dahulu kalau saya mau resign mengajar karena anak butuh perhatian, namun kondisi dan kenyamanan dalam berpartisipasi di dunia pendidikan menjadikan saya betah dan berlama-lama di dunia anak usia dini.
Tugas yang menumpuk di sekolah dan instruksi guru kelasnya pun melulu soal mengerjakan tugas halaman sekian sampai halaman sekian yang tentunya membuat sang anak bosan.
Jujur saja anakku merindukan teman-teman, sekolah, juga gurunya, ya tentu wali kelasnya. Sebagai Ibu saya harus bisa menyiasati supaya anak bisa lebih betah di rumah dengan memberikan edukasi secara mandiri di rumah selain dari tugas-tugas yang di berikan gurunya secara online.
" Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." ( Sumber : Tafsir Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 9)
Dari keterangan yang di maksud di atas anak-anak yang lemah adalah termasuk anak laki-laki dan perempuan, memanah, berlatih ketangkasan, berkuda, beternak hewan peliharaan, mencuci piring, menyapu dan keahlian lainnya yang tidak di ajarkan secara detail di sekolah adalah salah satu kemampuan atau life skill yang sangat bermanfaat bagi anak yang bisa di ajarkan di rumah.
Intinya proses untuk berlatih mempertahankan diri guna kelangsungan hidupnya di kemudian hari agar menjadi terampil dan dapat mengurus dirinya sendiri.
Sejak kecil saya hidup mandiri, tak seorang ayah tak seorang ibu pun yang menemani, mereka saat itu di luar pulau Jawa, hanya sosok nenek tua yang selalu hadir dan mendidik saya sehingga budaya mandiri sudah saya alami sejak dini.Â
Nenek adalah figur sejati dalam pandangan saya, bisa bahasa Belanda dan pandai sekali memasak dan sampai jago berjualan sayuran matang, seperti : semur jengkol, pare kapal selam, oreg tempe, sayur jantung pisang, goreng ayam, dan lain sebagainya.
Pepatah bilang buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, betul tapi ini dalam artian yang lain, bahwa apa yang di tanam itu yang akan kita tuai, seperti halnya nenek yang menerapkan kedisiplinan terhadap saya dan kakak laki-laki serta perempuan yang lainnya setiap harinya di rumah mulai dari mencuci piring bekas makan sendiri, mencuci baju sekolah sendiri dan hal-hal ringan lainnya yang dapat di lakukan sendiri untuk berlatih mandiri.
Semua itu menjadi bahan saya dalam mendidik anak laki-laki saya, sehingga saya tidak ragu mengajarkan kedisiplinan di rumah agar anak merasa senang mengerjakannya dan menganggap sebagai pembelajaran ketika anjuran di rumah aja.
Duhai Ibu, janganlah takut jika anak laki-lakimu berlatih mencuci piring, karena kelak dia akan lepas darimu seperti sekolah tinggi, ngekost sendiri, bekerja, bahkan mempunyai seorang isteri atau menikah.
Bukankah kita juga merasa senang jika pekerjaan rumah kita di bantu oleh pasangan hidup kita? Dan merasa dia peduli dan perhatian terhadap hal yang menjadi rutinitas kewajiban kita yang mau tidak mau harus di lakukan daripada menumpuk dan berantakan. Hihihihi
Hal tersebut tentunya akan berdampak pada psikologinya suatu saat nanti mengingat dia akan menjadi imam sejati di dalam kehidupannya kelak, dan tentunya hal itu juga dapat menanamkan rasa tanggungjawab sejak dini.
Memang hakikat anak adalah bermain dan tidak boleh bekerja, apalagi di paksa. Nah, apakah dengan melatih anak untuk dapat melakukan pekerjaan rumah sehari-hari tidak di anjurkan?Â
Jika dengan kekerasan justru sangat tidak disarankan, namun sebaliknya jika dilatih dan diajak dengan kasih sayang, kata - kata perintah yang menyenangkan bahwa mencuci piring adalah sebagian dari iman dan salah satu sikap PHBS maka akan sangat berarti sekali dan berguna bagi kita dan bagi anak.
Anak adalah anugerah dan titipan Tuhan, kalau bukan kita yang menjaga dan mendidiknya siapa lagi? Selain itu juga kita telah mengamalkan ayat Al-Qur'an di atas tentang mempersiapkan generasi yang tidak lemah.
Melatih anak mencuci piring dan pekerjaan ringan di rumah lainnya baik untuk anak laki-laki atau perempuan sangatlah penting mengingat saya harus membuat konten melawan corona yang memang bersifat positif.
Tentu saja karena anak suka dengan dunia air, balon dan sabun cuci piring yang ujung-ujungnya mereka akan bermain dengan itu, sabar iya sabar karena kita juga mungkin waktu kecil sering membuat orang tua kita lebih sabar dari kita hari ini.
Manfaat yang dapat diambil dari kisah di atas adalah sebagai ibu sebaiknya tidak usah melulu paranoid ketika anak khususnya yang "Laki-laki" apabila mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang ringan-ringan karena itu tidak akan merubah kodratnya sebagai lelaki tulen, kecuali kita latih memakai rok seperti di negara yang membolehkan anak laki-laki memakai rok, loh? Lha iya kan sebagai perbandingan.
Percayalah, ada anak laki-laki yang sukses menjadi koki ketika dia berkutat di dapurmu wahai ibu, ada juga yang memiliki peluang bisnis resto & cafe ketika anak laki-lakimu berkecimpung di dunia percucipiringan.
Tetap melakukan hal positif di tengah wabah, mari kita lawan corona dengan optimasi konten yang positif.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H